Sabtu, 16 Maret 2019

MENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG DEWI DURGA


MENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG DEWI DURGA.
Menurut kitab suci Weda, di belakang tata kerja alam semesta berdirilah pengendali-pengendali yang sangat perkasa, yang dikenal sebagai Dewa, Dewata. Sebagaimana halnya manusia di dunia ini yang mengendalikan kendaraan, atau memiliki rumah-rumah tertentu, para dewa mengendalikan berbagai aspek dari alam semesta ini. Mereka adalah para pelayan mulia dari Sri Krishna.
Brahma-samhita (5.44) memberikan informasi tentang Ibu Alam Semesta ini:
“Tenaga luar Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan bayangan dari tenaga pengetahuan Beliau (cit sakti), dipuja oleh semua orang sebagai dewi Durga, agen pencipta, pemelihara, dan pelebur dunia material. Hamba memuja Sri Govinda, Tuhan Yang Purwakala, karena keinginan Beliau, dewi Durga sendiri segera melaksanakan tugasnya.”

Sloka ini menunjuk kepada penguasa Dewi-dhama, yaitu dewi Durga (nama ini juga berarti “benteng”). Wujud beliau kadangkala menakutkan, meski keberadaan beliau adalah nyata, namun kadang-kadang para guru Weda juga menganggapnya sebagai simbol. Mengomentari sloka ini, Srila Bhaktisidhanta Sarasvati Thakura menjelaskan makna penting dari perwujudan Durga. Beliau mengatakan, sepuluh tangan Durga melambangkan sepuluh jenis kegiatan karma phala. Sering perwujudan beliau mengendarai harimau ganas, ini menandakan kepahlawanan beliau, dan beliau menundukkan raksasa Mahisasura, raksasa berbentuk seekor kerbau. Srila Bhaktisidhanta menulis, tindakan ini melambangkan kemampuan beliau menghancurkan kejahatan. Beliau memegang seekor ular yang mengingatkan kita akan waktu yang menghancurkan, dan dua puluh jenis senjata melambangkan kegiatan-kegiatan saleh yang ada di dalam Weda, untuk mengekang kejahatan.
Bilamana orang-orang di India berbicara mengenai sang Dewi, maka yang mereka maksudkan pada umumnya adalah dewi Durga, yang menciptakan, memelihara dan menghancurkan segala yang ada di dunia material ini. Durga diuraikan secara rinci di dalam kitab suci Weda yang dikenal sebagai Upa-purana, atau Purana yang lebih rendah,” terutama di dalam Dewi Bhagavata Purana. Sebagai istri dari dewa Siwa, beliau dikenal sebagai Parwati, Gauri, Uma, Dewi, Katyayani dan Bhavani. Beliau memiliki ribuan nama dan wujud lainnya yang berbeda. Sifat Durga bermacam-macam, dan sifat-sifat itu muncul berbeda-beda menurut aspek yang dipilih untuk menjadi fokus penyembah beliau. Gauri, Uma, dan Parwati adalah nama-nama yang paling murah hati, yang sering diwujudkan sebagai pribadi yang penuh cinta kasih dan baik hati. Durga sering diwujudkan sebagai seorang dewi perang yang gagah perkasa. Dan bagi orang-orang yang tidak memahami maksud di belakang tindakan beliau – atau sebagai ego palsu Kali – kadangkala beliau bahkan diwujudkan sebagai haus darah.
Beberapa sekte Hindu terutama dalam tradisi sekte Siwa dan Sakta di India Selatan, mereka memuja pertemuan niskala antara Siwa dengan istri beliau dewi Durga, sebagai kekuatan kosmik yang melatarbelakangi kehidupan ini. Dalam mengejawantahkan pemikiran di atas, mereka praktekkan dengan melakukan pemujaan kepada linggam dan yoni (organ reproduktif dari Siwa dan Parwati). Dengan dipuja seperti itu, dewi Durga disamakan dengan energi kosmik.
Durga juga disamakan dengan prakerti (alam material) dan maya (khayalan). Tentu saja dua dari nama beliau yang lebih populer adalah Mula Prakerti (“Kepribadian Alam Primodial”) dan Mahamaya (“Khayalan Tertinggi”). Di dalam Bhagavad-Gita (9.10) Sri Krishna bersabda, mayadhyaksena prakrtih suyate sa-caracaram: “Tenaga material (prakrti) bekerja di bawah perintah-Ku, oh putra Kunti, dan menghasilkan semua makhluk yang bergerak maupun yang tidak bergerak.” Prakrti adalah Durga. Jadi Krishna adalah yang mengendalikan, yang memberi perintah kepada Durga, bawahan Beliau. Jika kita tidak mengakui hal itu, maka Durga akan menjadi Mahamaya – beliau menempatkan kita berada di dalam khayalan.
Dalam suasana terkhayalkan, kita, para makhluk yang terikat di dunia ini merasa bersenang hati, dan berlindung kepada Durga serta daerah kekuasaan beliau. Di dalam Caitanya-caritamrta (Madhya 21.53), Srila Prabhupada menulis, “Guna fasilitas material, roh-roh yang terikat mencoba memuaskan dewi Durga, dan Dewi (mother)* Durga memberikan berbagai jenis fasilitas materiil. Karena itulah roh-roh yang terikat menjadi terpana akan hal-hal yang materiil dan tidak ingin meninggalkan tenaga luar atau alam material ini.”
Fasilitas-fasilitas yang seseorang dapatkan dengan berlindung kepada dewi Durga – atau kepada dewa siapapun – adalah bersifat material dan itulah sebabnya tidak memuaskan. Para dewa memiliki kekuasaan yang terbatas; mereka tidak mampu memberikan karunia tertinggi. ”Dewi Durga adalah persona yang menjaga alam material ini,” Srila Prabhupada menyatakan:“Para dewa hanyalah para penguasa yang berbeda, mereka bertugas menjalankan bagian-bagian kegiatan alam material, dan mereka pun berada di bawah pengaruh dari tenaga materiil yang sama.”
Lalu bagaimana mungkin para dewa mampu membebaskan para pemujanya? Jelas mereka tidak bisa. Para dewa hanya dapat menghadiahkan keuntungan-keuntungan materiil. Di dalam Bhagavad-Gita (7.20) Sri Krishna menjelaskan, “Mereka yang kecerdasannya sudah dicuri oleh keinginan-keinginan material menyerahkan diri kepada para dewa dan mengikuti aturan dan peraturan pemujaan tertentu menurut sifat-sifat alam mereka.” Lebih jauh, Sri Krishna menyatakan, “meski mereka memuja seorang dewa dengan patuh, dan mungkin seseorang menerima keuntungan yang dia inginkan, tetapi sesungguhnya Aku Sendirilah yang memberikan peruntungan-peruntungan tersebut.”
Dengan kata lain, Durga dan jutaan dewa-dewa lainnya bergantung kepada Sri Krishna dalam mendapatkan kekuasaan mereka. Dan karunia yang diberikan oleh para dewa selalu bersifat sementara dan terbatas. Hanya Sri Krishna yang dapat memberi karunia tertinggi – prema-bhakti, cinta kasih rohani kepada Tuhan, Sri Krishna. Mereka yang memuja dewi Durga memohon, dhanam dehi rupam dehi/rupa-pat-bhajam dehi:
“Mohon berikan kepada hamba kekayaan, ketampanan / kecantikan, pasangan hidup yang tampan / cantik….” Tetapi mereka kehilangan tujuan yang sesungguhnya. Keinginan yang sesungguhnya dari seseorang seharusnya adalah kembali pulang kepada Krishna. Dan Krishna menyatakan, “Orang-orang yang kurang cerdas memuja para dewa, dan apa yang mereka dapatkan adalah terbatas dan bersifat sementara. Bagi mereka yang memuja para dewa akan pergi ke sorganya para dewa, tetapi para penyembah-Ku pada akhirnya mencapai tempat tinggal-Ku yang kekal . HARE KRISHNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar