MENGENAL LEBIH
DEKAT TENTANG DEWI DURGA.
Menurut kitab suci Weda, di
belakang tata kerja alam semesta berdirilah pengendali-pengendali yang sangat
perkasa, yang dikenal sebagai Dewa, Dewata. Sebagaimana halnya manusia di dunia
ini yang mengendalikan kendaraan, atau memiliki rumah-rumah tertentu, para dewa
mengendalikan berbagai aspek dari alam semesta ini. Mereka adalah para pelayan
mulia dari Sri Krishna.
Brahma-samhita (5.44) memberikan
informasi tentang Ibu Alam Semesta ini:
“Tenaga luar Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan bayangan dari tenaga
pengetahuan Beliau (cit sakti), dipuja oleh semua orang sebagai dewi Durga,
agen pencipta, pemelihara, dan pelebur dunia material. Hamba memuja Sri
Govinda, Tuhan Yang Purwakala, karena keinginan Beliau, dewi Durga sendiri
segera melaksanakan tugasnya.”
Sloka ini menunjuk kepada
penguasa Dewi-dhama, yaitu dewi Durga (nama ini juga berarti “benteng”). Wujud
beliau kadangkala menakutkan, meski keberadaan beliau adalah nyata, namun
kadang-kadang para guru Weda juga menganggapnya sebagai simbol. Mengomentari
sloka ini, Srila Bhaktisidhanta Sarasvati Thakura menjelaskan makna penting
dari perwujudan Durga. Beliau mengatakan, sepuluh tangan Durga melambangkan
sepuluh jenis kegiatan karma phala. Sering perwujudan beliau mengendarai
harimau ganas, ini menandakan kepahlawanan beliau, dan beliau menundukkan
raksasa Mahisasura, raksasa berbentuk seekor kerbau. Srila Bhaktisidhanta
menulis, tindakan ini melambangkan kemampuan beliau menghancurkan kejahatan.
Beliau memegang seekor ular yang mengingatkan kita akan waktu yang
menghancurkan, dan dua puluh jenis senjata melambangkan kegiatan-kegiatan saleh
yang ada di dalam Weda, untuk mengekang kejahatan.
Bilamana orang-orang di India
berbicara mengenai sang Dewi, maka yang mereka maksudkan pada umumnya adalah
dewi Durga, yang menciptakan, memelihara dan menghancurkan segala yang ada di
dunia material ini. Durga diuraikan secara rinci di dalam kitab suci Weda yang
dikenal sebagai Upa-purana, atau Purana yang lebih rendah,” terutama di dalam
Dewi Bhagavata Purana. Sebagai istri dari dewa Siwa, beliau dikenal sebagai
Parwati, Gauri, Uma, Dewi, Katyayani dan Bhavani. Beliau memiliki ribuan nama
dan wujud lainnya yang berbeda. Sifat Durga bermacam-macam, dan sifat-sifat itu
muncul berbeda-beda menurut aspek yang dipilih untuk menjadi fokus penyembah
beliau. Gauri, Uma, dan Parwati adalah nama-nama yang paling murah hati, yang
sering diwujudkan sebagai pribadi yang penuh cinta kasih dan baik hati. Durga
sering diwujudkan sebagai seorang dewi perang yang gagah perkasa. Dan bagi
orang-orang yang tidak memahami maksud di belakang tindakan beliau – atau
sebagai ego palsu Kali – kadangkala beliau bahkan diwujudkan sebagai haus
darah.
Beberapa sekte Hindu terutama
dalam tradisi sekte Siwa dan Sakta di India Selatan, mereka memuja pertemuan
niskala antara Siwa dengan istri beliau dewi Durga, sebagai kekuatan kosmik
yang melatarbelakangi kehidupan ini. Dalam mengejawantahkan pemikiran di atas,
mereka praktekkan dengan melakukan pemujaan kepada linggam dan yoni (organ
reproduktif dari Siwa dan Parwati). Dengan dipuja seperti itu, dewi Durga
disamakan dengan energi kosmik.
Durga juga disamakan dengan
prakerti (alam material) dan maya (khayalan). Tentu saja dua dari nama beliau
yang lebih populer adalah Mula Prakerti (“Kepribadian Alam Primodial”) dan
Mahamaya (“Khayalan Tertinggi”). Di dalam Bhagavad-Gita (9.10) Sri Krishna
bersabda, mayadhyaksena prakrtih suyate sa-caracaram: “Tenaga material
(prakrti) bekerja di bawah perintah-Ku, oh putra Kunti, dan menghasilkan semua
makhluk yang bergerak maupun yang tidak bergerak.” Prakrti adalah Durga. Jadi
Krishna adalah yang mengendalikan, yang memberi perintah kepada Durga, bawahan
Beliau. Jika kita tidak mengakui hal itu, maka Durga akan menjadi Mahamaya – beliau
menempatkan kita berada di dalam khayalan.
Dalam suasana terkhayalkan, kita,
para makhluk yang terikat di dunia ini merasa bersenang hati, dan berlindung
kepada Durga serta daerah kekuasaan beliau. Di dalam Caitanya-caritamrta
(Madhya 21.53), Srila Prabhupada menulis, “Guna fasilitas material, roh-roh
yang terikat mencoba memuaskan dewi Durga, dan Dewi (mother)* Durga memberikan
berbagai jenis fasilitas materiil. Karena itulah roh-roh yang terikat menjadi
terpana akan hal-hal yang materiil dan tidak ingin meninggalkan tenaga luar
atau alam material ini.”
Fasilitas-fasilitas yang
seseorang dapatkan dengan berlindung kepada dewi Durga – atau kepada dewa
siapapun – adalah bersifat material dan itulah sebabnya tidak memuaskan. Para
dewa memiliki kekuasaan yang terbatas; mereka tidak mampu memberikan karunia
tertinggi. ”Dewi Durga adalah persona yang menjaga alam material ini,” Srila
Prabhupada menyatakan:“Para dewa hanyalah para penguasa yang berbeda, mereka
bertugas menjalankan bagian-bagian kegiatan alam material, dan mereka pun
berada di bawah pengaruh dari tenaga materiil yang sama.”
Lalu bagaimana mungkin para dewa
mampu membebaskan para pemujanya? Jelas mereka tidak bisa. Para dewa hanya
dapat menghadiahkan keuntungan-keuntungan materiil. Di dalam Bhagavad-Gita
(7.20) Sri Krishna menjelaskan, “Mereka yang kecerdasannya sudah dicuri oleh
keinginan-keinginan material menyerahkan diri kepada para dewa dan mengikuti
aturan dan peraturan pemujaan tertentu menurut sifat-sifat alam mereka.” Lebih
jauh, Sri Krishna menyatakan, “meski mereka memuja seorang dewa dengan patuh,
dan mungkin seseorang menerima keuntungan yang dia inginkan, tetapi
sesungguhnya Aku Sendirilah yang memberikan peruntungan-peruntungan tersebut.”
Dengan kata lain, Durga dan
jutaan dewa-dewa lainnya bergantung kepada Sri Krishna dalam mendapatkan
kekuasaan mereka. Dan karunia yang diberikan oleh para dewa selalu bersifat
sementara dan terbatas. Hanya Sri Krishna yang dapat memberi karunia tertinggi
– prema-bhakti, cinta kasih rohani kepada Tuhan, Sri Krishna. Mereka yang
memuja dewi Durga memohon, dhanam dehi rupam dehi/rupa-pat-bhajam dehi:
“Mohon berikan
kepada hamba kekayaan, ketampanan / kecantikan, pasangan hidup yang tampan /
cantik….” Tetapi mereka kehilangan tujuan yang sesungguhnya. Keinginan yang
sesungguhnya dari seseorang seharusnya adalah kembali pulang kepada Krishna.
Dan Krishna menyatakan, “Orang-orang yang kurang cerdas memuja para dewa, dan
apa yang mereka dapatkan adalah terbatas dan bersifat sementara. Bagi mereka
yang memuja para dewa akan pergi ke sorganya para dewa, tetapi para
penyembah-Ku pada akhirnya mencapai tempat tinggal-Ku yang kekal . HARE KRISHNA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar