Selasa, 18 Juni 2019

SRI JAGANNATHA PRANAMA & ASTAKAM



SRI JAGANNATHA PRANAMA 


deva-deva jagannatha
prapannarti vinasana
trahi mam pundarikaksa
patitam bhava-sagare
namas te jagadadhara 
jagad-atman namo‘stu te 
kaivalya trigunatita 
gunanjana namo‘stu te 
karunamrta pathodhi 
sudamne namo namah 
dinoddaraika guhyaya 
krpa-pathodhaye namah 
paritrahi jagan-natha 
dina bandho namo‘stu te 
nistirno‘ ham bhavambodhim 
prapya tvam taranim sukham 

Jaya Jagannatha!







SRI BALADEVA PRANAMA 

namas te tu hala-grama
namas te musalayudha
namas te revati- kanta
namas te bhakta-vatsala
namas te balinam srestha 
namas te dharani-dhara 
pralambare namas te tu 
trahi man krsna-purvaja 

Jaya Baladeva ki jaya! 




SUBHADRA JIU PRANAMA 

devi tvam visnu mayapi
mohayanti caracaram
hrt padamasana sansthasi
visnu bhavanusarini
jaya devi bhakti-datri 
prasida-paramesvari 
jaya devi subhudre tvam 
sarvesam bhadra-dayini 

Jaya Subhadra Devi ! 





SRI SUDARSANA PRANAMA 

sudarsana maha-jvala
koti surya sama-prabha
ajnana-timirandhanam
vaikunthabdha pradarsaka
namas te nitya vilasad 
vaisnavastra-niketana 
avarya-viryam yad rupam 
visnos tat pranamamy aham 

Jaya Jaya Sudarsana! 


Nilachala Nivasaya, Nityayaa Paramatmane
Balabhadra Subhadrabhyam, Jagannathayate Namaha









Śrī Jagannāthāṣṭakam

kadācit kālindī- taṭa-vipina-saṅgīta taralo
mudābhīrī-nārī-vadana-kamalāśvāda-madhupaḥ
ramā-śambhu-brahmāmara-pati-gaṇeśārcita-pado
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 1)

bhuje savye veṇuṁ śirasi śikhi picchaṁ kaṭitaṭe
dukūlaṁ netrānte sahacara-kaṭākṣaṁ ca vidadhat
sadā śrīmad-vṛndāvana-vasati-līlā-paricayo
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 2)

mahāmbhodhes tīre kanaka-rucire nīla-śikhare
vasan prāsādāntaḥ sahaja-balabhadreṇa balinā
subhadrā-madhya-sthaḥ sakala-sura-sevāvasara-do
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 3)

kṛpā-pārāvāraḥ sajala-jalada-śreṇi-ruciro
ramā-vāṇī- rāmaḥ sphurad-amala-paṅkeruha-mukhaḥ
surendrair ārādhyaḥ śruti-gaṇa-śikhā-gīta-carito
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 4)

rathārūḍho gacchan pathi milita-bhūdeva-paṭalaiḥ
stuti-prādurbhāvam prati-padam upākarṇya sadayaḥ
dayā-sindhur bandhuḥ sakala jagatāṁ sindhu-sutayā
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 5)

paraṁ-brahmāpīḍaḥ kuvalaya-dalotphulla-nayano
nivāsī nīlādrau nihita-caraṇo' nanta-śirasi
rasānandī rādhā-sarasa-vapur-āliṅgana-sukho
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 6)

na vai yāce rājyaṁ na ca kanaka-māṇikya-vibhavaṁ
na yāce' haṁ ramyāṁ sakala jana-kāmyāṁ vara-vadhūm
sadā kāle kāle pramatha-patinā gīta-carito
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 7)

hara tvaṁ saṁsāraṁ druta-taram asāraṁ sura-pate
hara tvaṁ pāpānāṁ vitatiṁ aparāṁ yādava-pate
aho dīne' nāthe nihita-caraṇo niścitam idaṁ
jagannāthaḥ svāmī nayana-patha-gāmī bhavatu me ( 8)


jagannāthāṣṭakaṁ punyaṁ yaḥ paṭhet prayataḥ śuciḥ
sarva-pāpa-viśuddhātmā viṣṇu-lokaṁ sa gacchati









Sri Syamananda Prabhu

KARUNIA LUAR BIASA DARI SHRI VRSABHANUNANDINI
Mereka yang dapat memahami dengan baik rekan-rekan Shri Gauranga sebagai jiwa yang terbebaskan selamanya, maka akan mendapatkan tempat mereka di sisi putra raja Vraja.
Shri Shyamananda Prabhu, Srinivasa Acharya dan Shri Narottama dasa Thakura adalah rekan internal Shri Gaurasundara. Mereka semua datang ke dunia material ini hanya untuk menyebarkan ajaran-ajaran Shri Gaura-Krishna, setelah kembali-nya Tuhan Shri Gaura-Krishna ke Dunia Rohani.
Shri Syamananda muncul di Utkala di desa Dharenda Bahadurpur. Nama ayah Beliau adalah Shri Krishna Mandal dan nama ibu Beliau adalah Shri Durika. Shri Krishna Mandal, yang keturunannya berada dalam situasi tidak beruntung, dimana Beliau memiliki banyak putra dan putri, namun sungguh malang semuanya telah meninggal dunia, sampai pada akhirnya kelahiran putra Beliau yang terakhir. Karena alasan inilah putra beliau yang terakhir ini diberi nama Dukhiya.
Semua orang mengatakan bahwa anak ini akan menjadi orang suci yang sangat berjiwa tinggi. “Beliau telah memilih hari kelahirannya pada saat yang sangat menguntungkan yaitu pada hari bulan purnama di bulan Caitra, semuanya atas kemurahan Tuhan Jagannatha. Seakan-akan Tuhan Jagannatha secara pribadi membawanya ke sini untuk menyebarkan ajaran-Nya, dan karena itu Tuhan Jagannath secara pribadi mempertahankan hidupnya. Dia tampak seperti dewa asmara yang baru. Mata dan pikiran seseorang akan menjadi tenang ketika memandangnya. "
Seiring berlalunya waktu, upacara penyucian, pengambilan biji-bijian, pengikatan rambut (upacara pemotongan rambut) yang pertama, dan sampai upacara untuk memulai pendidikan telah dilakukan satu per satu. Para pendeta terkejut melihat kecerdasannya yang mencolok. Dalam waktu singkat ia telah menyelesaikan studinya tentang tata bahasa, puisi, dan keahliannya dalam memberikan pengajaran. Ketika dia mendengar tentang kemuliaan Shri Gaura-Nityananda dari para Vaishnava di desanya, rasa keterikatannya pada kaki Padma Shri Gaura-Nityananda, yang berkembang di dalam dirinya menjadi semakin mendalam.
Shri Krishna Mandal adalah seorang penyembah yang sangat maju. Melihat bahwa putranya selalu asyik memikirkan Shri Gaura-Nityananda. Dia mengatakan kepada putranya bahwa dia harus diinisiasi ke dalam mantra suci. Selanjutnya terjadilah percakapan berikut :
Dukhiya : Shri Hrdaya Chaitanya adalah guruku. Dia berada di Ambika Kalna. Guru Beliau adalah Shri Gauri dasa Pandita. Dua bersaudara, Shri Gaura-Nityananda, selalu hadir di rumah beliau selamanya. Jika Ayah memberikan izin, saya akan segera ke sana untuk menjadi sisyanya.
Shri Krishna Mandal: Tapi Duhkhiya, bagaimana Anda akan sampai di sana?
Dukhiya : Ayah, ada banyak orang dari daerah kita yang pergi ke sana untuk mandi di Sungai Gangga. Saya akan pergi bersama mereka.
Ayahnya berunding cukup lama tentang masalah ini dan setelah itu akhirnya Shri Krishna Mandal memberikan izin. Demikianlah akhirnya Duhkhiya berangkat menuju Gaudadesa. Tak lama kemudian ia tiba di Navadwipa, lalu Santipur dan akhirnya tiba di Ambika Kalna, di tempat ini ia bertanya dari penduduk setempat di mana ia mungkin menemukan rumah Gauri dasa Pandita.
Di luar gerbang mandir, Dukhiya bersujud dengan dandavat-nya. Shri Hrdaya Chaitanya kebetulan lewat saat itu. Hrdaya Chaitanya Prabhu menatapnya beberapa saat dan kemudian bertanya, "Siapa anda?"
Dukhiya menjawab, “hamba datang untuk melayani kaki Padma Anda. Rumah hamba berada di Dharenda Bahadurpur. hamba lahir di dalam kasta sad-gopa. Nama ayah hamba adalah Shri Krishna Mandal dan nama hamba Duhkhiya. "
Shri Hrdaya Chaitanya sangat senang dengan ucapan manis Dukhiya. Shri Hrdaya Chaitanya lalu memberi tahu dukhiya, “Mulai saat ini namamu adalah Krishna das. Sejak tadi pagi saya merasa seseorang akan datang hari ini. ”
Shri Krishna dasa memulai pelayanannya dengan penuh pengabdian, dan pada hari yang mujur, gurunya menginisiasinya ke dalam mantra suci. Shri Hrdaya Chaitanya dapat melihat bahwa sisya barunya sangat cerdas dan pada saat yang sama sangat berbhakti, maka Shri Hrdaya Chaitanya memberi perintah untuk pergi ke Vrindavana dengan tujuan mempelajari literatur-literatur di bawah pengawasan Shrila Jiva Gosvami. Shri Krishna das menundukkan kepalanya, dan pada hari yang baik ia pergi ke dhama suci, Vrindavan. Sesaat sebelum keberangkatan-nya, Shri Hrdaya Chaitanya memberikan banyak instruksi dan menyampaikan kepada Krishna das untuk memberikan penghormatan kepada kaki padma para Gosvamis Vrindavan.
Duhkhi Krishna das pertama kali datang ke Navadwipa. Setelah menanyakan dari seseorang tentang keberadaan Shri Jagannatha Misra Bhavan, beliau datang ke sana dan masuk ke dalam. Selanjutnya Krishna das melihat Shri Isana Thakura, seketika itu Krishna das bersujud dan mempersembahkan hormatnya. Isana Thakura kemudian bertanya kepadanya siapa dia, dan Krishna das-pun memperkenalkan dirinya. Isana Thakura memberkati Krishna das dan dia tetap tinggal di sana hari itu.
Keesokan harinya Krishna das berangkat ke Mathura bersama dengan rombongan peziarah lainnya. Setelah tiba di Gaya Dham, Krishna das menyentuh kaki padma Shri Visnu di sana. Krishna das mengingat lila Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu menerima inisiasi dari Shri Ishvara Puri di tempat tersebut dan Krishna das-pun menjadi diliputi perasaan cinta rohani yang luar biasa. Dari Gaya, Krishna das selanjutnya menuju ke Kasi Dham di mana dia bertemu dengan Tapana Misra, Candrasekhara dan para penyembah lainnya, dan Krishna das memberikan penghormatan kepada kaki padma mereka. Mereka-pun memberkati Krishna das.
Krishna das akhirnya memasuki Mathura Dhama. Setelah mandi di Visrama Ghata, ia mengambil darsana dari Shri Adikesava dan berguling-guling di tanah yang berdebu ditempat suci kelahiran Tuhan Shri Krishna. Dari sini Krishna das melanjutkan menuju Vrindavana, di mana setelah mempelajari banyak hal tentang Shrila Jiva Gosvami, ia mempersembahkan penghormatannya kepada kaki padma Shrila Jiva Gosvami. Setelah ditanya, Krishna das-pun memperkenalkan dirinya dengan terperinci.
“Gurudeva telah memberikan komitmennya, agar hamba selanjutnya menjadi tanggung jawab Anda. Permohonan Beliau kepada Yang Mulia Shrila Jiva Goswami adalah, “Saya mempercayakan Duhkhi Krishna das dalam pengawasan dan perlindungan Anda. Tolong penuhi keinginan pikirannya dan kirimkan dia kembali kepada saya setelah beberapa waktu. “
Shrila Jiva Gosvami sangat senang menerima Duhkhi Krishna dasa dalam perlindungannya. Krishna das dengan sangat hati-hati mulai melayani Shrila Jiva Gosvami dan juga mempelajari literatur-literatur Shrila Jiva Gosvami. Srinivasa Acharya dan Narottama dasa Thakura juga datang ke tempat Shrila Jiva Gosvami saat itu untuk belajar di bimbingannya. Demikianlah Krishna das mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Srinivasa Acharya dan Narottama dasa Thakura.
Krishna das memohon kepada Shrila Jiva Gosvami untuk melakukan pelayanan lainnya. Shri Jiva memberikan instruksi kepada Krishna das untuk menyapu rimba hutan Sevakunja setiap hari. Sejak hari itu Krishna das mulai melaksanakan pelayanan tersebut dengan senang hati. Krishna das merasa hidupnya telah menjadi sukses. Saat dia menyapu, air mata mengalir dari matanya. Kadang-kadang dia dengan keras menyanyikan nama Shri Shri Radha-Govinda dan kadang-kadang dia diam sejenak dari aktivitasnya sambil mengingat lila-lila rohani Tuhan Shri Shri Radha-Govinda. Terkadang dia meletakkan sapu yang penuh debu di kepalanya, karena dikatakan bahwa, bahkan Dewa Brahma dan Dewa Siwa pun berdoa untuk menerima sedikit debu Vrindavana ini di kepala mereka.
Tuhan Vrindavana dan permaisuri tercinta-Nya sangat senang dengan pelayanan Krishna das, dan berhasrat untuk memberikan darshan mereka. Suatu hari ketika Krishna das sedang membersihkan kunja, hatinya dipenuhi dengan cinta. Saat itulah Krishna das melihat gelang kaki yang sangat indah tergeletak di atas debu. Krishna das mengambilnya, menyentuhnya ke kepalanya dan kemudian mengikatnya di sudut kain cadar-nya. "Aku akan memberikannya kepada siapa pun miliknya ketika mereka datang untuk mencarinya," pikirnya.
Keesokan paginya, para gopi cukup terkejut ketika mereka melihat bahwa gelang kaki kiri Shrimati Radharani telah hilang. Radharani menjelaskan, “Tadi malam, ketika aku menari di kunja, pasti jatuh. Tolong cari gelang kaki itu dan bawa kembali kepadaku, siapa-pun yang bisa menemukannya. ”
Ketika para gopi datang untuk mencari gelang itu, Visakha devi memperhatikan Krishna das sedang menyapu hutan. Dia bertanya kepadanya, “Apakah kamu menemukan gelang kaki di sini?” Duhkhi Krishna dasa begitu terpesona oleh kata-kata manisnya dan wujudnya yang bercahaya, layaknya seorang dewa yang turun dari surga, sehingga dia hanya menatapnya dengan tercengang. Sekali lagi Visakha dewi bertanya kepada Krishna das, "Apakah kamu menemukan gelang kaki di sini?" Duhkhi Krishna memberikan penghormatan dan dengan sangat rendah hati menjawab, “Ya, saya menemukannya. Anda siapa?" dan terjadilah percakapan sebagai berikut :
"Saya seorang gadis gembala sapi."
"Di mana Anda tinggal?"
"Di desa ini."
"Apakah itu gelang kaki Anda?"
"Bukan itu bukan milik saya. Itu milik pengantin baru di rumah kami. ”
"Bagaimana dia bisa berada disini?"
"Dia datang ke sini kemarin untuk memetik bunga dan gelang itu pasti jatuh saat itu."
"Baiklah, kalau begitu tolong katakan kepadanya dia bisa datang dan mengambilnya dariku."
"Tidak, kamu bisa memberikannya padaku."
"Tidak, aku ingin memberikannya secara pribadi."
Setelah beberapa saat, Visakha devi kembali bersama Shrimati Radha Thakurani yang berdiri di tempat teduh di bawah sebuah pohon besar. Visakha memanggil Krishna dasa, "Bhakta, orang yang kehilangan gelang kakinya telah datang untuk mengambilnya kembali."
Duhkhi Krishna das benar-benar lupa akan dirinya sendiri sambil menatap, meskipun dari kejauhan, pada kemegahan Shri Vrsabhanunandini yang begitu cemerlang dan tak tertandingi. Dengan penuh sukacita dia menyerahkan gelang kaki itu ke Visakha dewi. Pada saat itu, Duhkhi Krishna dasa dapat merasakan bahwa sesuatu yang sangat mendalam akan terjadi. Matanya dipenuhi dengan air mata dan akhirnya Krishna das-pun jatuh ke tanah untuk segera memberikan penghormatan. Dengan sangat gembira Krishna das berguling-guling di atas debu.
Visakha dewi kemudian mengatakan kepadanya, “Wahai para bakta yang terbaik! Sakhi kami ingin memberikan karunia-Nya kepada anda sebagai ungkapan rasa terima kasih-Nya. "
Duhkhi Krishna dasa melihat air suci Radha kunda di depannya. Setelah mempersembahkan penghormatannya, dia membenamkan dirinya ke dalam air suci Radha Kundha. Setelah itu Krishna das mencapai bentuk rohani yang feminim, yang sangat menakjubkan. Krishna das keluar dari kunda suci, dan selanjutnya berdiri di depan Visakha devi dan berdoa. Visakha dewi menuntun 'sakhi hutan' ini dengan tangannya, Visakha mendekati Shrimati Radha Thakurani, dan sakhi yang baru itu jatuh di bawah kaki Padma Shrimati Radha Thakurani. Kemudian Shrimati Radharani menghiasi dahinya dengan tilaka, menggunakan gelang kaki Beliau dan kumkum dari kaki Padma Beliau.
"Tilak ini akan tetap berada di dahimu. Mulai hari ini Anda akan dikenal sebagai Syamananda. Sekarang kamu bisa pergi. ”Setelah Beliau mengatakan hal tersebut, Shrimati Radha Thakurani dan para sakhi-Nya tidak lagi terlihat. Dukhi Krishna dasa kembali dalam kesadarannya dan dia mendapati dirinya seperti sebelumnya, sendirian dan didalam tubuh prianya: namun masih dengan tilaka yang dibuat oleh Shrimati Radharani di dahinya. Krishna das masih terliputi dalam kebingunganya, dia berulang kali berucap, "Apa yang telah saya lihat?" "Apa yang kulihat?", Sementara itu air mata kebahagiaan rohani bergulir di pipinya.
Setelah mengucapkan doa ratusan dan ratusan kali kepada Shri Radhika, ia akhirnya kembali ke Shrila Jiva Gosvami. Shrila Jiva Gosvami begitu kaget ketika dia melihat desain tilaka baru yang cemerlang di dahi Krishna dasa yang masih muda. Setelah mempersembahkan sembah sujudnya, Dukhi Krishna dasa menceritakan pada Shrila Jiva Goswami dengan matanya yang berkaca-kaca karena penuh air mata kebahagian, terkait kejadian yang dialaminya di Sevakunja. Mendengar karunia rohani yang luar biasa ini, Shri Jiva sangat gembira, tetapi memperingatkan Dukhi, “Jangan mengungkapkan kejadian ini kepada siapa pun. Mulai hari ini, nama-mu adalah Syamananda. ”
Memperhatikan bahwa nama dan gaya tilaka Dukhi Krishna dasa telah berubah tanpa ada alasan yang jelas, para Vaishnava secara alami mulai membahas perubahan aneh ini di antara mereka. Berita itu akhirnya sampai ke Ambika Kalna. Ketika Hrdaya Chaitanya mendengar kelakuan muridnya yang tampaknya telah menyimpang, Hrdaya Chaitanya Prabhu-pun mulai gelisah dan marah. Dia segera berangkat ke Vrindavana.
Beberapa bulan kemudian Hrdaya Chaitanya tiba di Vrindavan dan dia ingin segera melihat sisya-nya, Dukhi Krishna dasa. Syamananda-pun datang dan mempersembahkan sembah sujudnya di kaki padma gurudeva-nya. Melihat bentuk tilaka di dahi muridnya, Hrdaya Chaitanya Prabhu menjadi sangat marah dan berseru, "Perilaku Anda terhadap saya benar-benar tidak sopan."
Hrdaya Chaitanya terus menghukum Shyamananda dan akhirnya mulai memukulinya. Para Vaishnava akhirnya berhasil menahan dan menenangkan Hrdaya Chaitanya dengan menawarkan berbagai penjelasan atas nama Syamananda. Syamananda hanya menoleransi semuanya dengan wajah yang tidak memelas dan terus melayani gurudeva-nya dengan sangat setia.
Malam itu, Shri Hrdaya Chaitanya Prabhu bermimpi di mana Shri Radha Thakurani sendiri muncul dalam suasana hati yang sangat tidak berkenan. Shri Radha Thakurani menegur Hrdaya Chaitanya Prabhu dengan mengatakan, “Saya adalah orang yang merasa sangat puas dengan pelayanan yang dipersembahkan oleh Dukhi Krishna dasa, saya adalah orang yang telah mengubah bentuk tilaka dan namanya. Apa yang Anda atau orang lain katakan tentang hal itu? ” selanjutnya Hrdaya Chaitanya Prabhu berdoa dan memohon pengampunan di kaki padma Shri Vrajesvari dan menganggap dirinya sebagai pelaku pelanggaran tersebut.
Keesokan paginya Hrdaya Chaitanya Prabhu memanggil Syamananda. Membawanya ke pangkuannya, Hrdaya Chaitanya Prabhu memeluknya berulang kali dengan penuh kasih sayang. Dengan mata yang penuh dengan air mata, Hrdaya Chaitanya Prabhu mengulangi kata-kata : "Kamu sangat beruntung."
Shri Hrdaya Chaitanya Prabhu tinggal di Vrajadhama untuk sementara waktu dan kemudian, setelah memberikan perintah agar Syamananda tetap bersama Shri Jiva Gosvami selama beberapa hari lagi, dia kembali ke Gaudadesa.
Shri Syamananda, Srinivasa, dan Shri Narottama mulai menjalani hari-hari mereka dengan penuh kebahagiaan, mempelajari literatur goswami dan meminta sedikit makan dari pintu ke pintu. Mereka bertiga memutuskan untuk melanjutkan hal tersebut dan dengan demikian bisa mencurahkan waktu lebih mereka untuk melayani dan memuja Tuhan Shri Krishna di Vrindavana.
Para goswami mengadakan perundingan bersama dan memutuskan bahwa Shri Syamananda, Srinivasa, dan Shri Narottama harus dikirim ke Gaudadesa untuk menyebarkan ajaran Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu sebagaimana yang telah disajikan dalam literatur gosvami. Suatu hari Shrila Jiva Gosvami memanggil mereka bertiga dan memberi tahukan kepada mereka tentang keputusan ini, dan mereka bertiga menerima perintah itu dengan penuh rasa hormat.
Setelah itu, pada hari yang baik Shrila Jiva Gosvami-pun mengirim mereka dalam perjalanan mereka dengan sebuah sarana yang besar yang dihias dengan sangat baik dan diisi dengan tulisan suci. Akan tetapi buku-buku itu dicuri oleh raja perampok, Sir Hambhir, di Bisnupur. Di tempat itu Srinivasa Acharya prabhu tetap tinggal untuk mendapatkan kembali buku-buku yang telah dicuri itu, sementara Narottama melanjutkan menuju Kheturi dan Syamananda melanjutkan ke Ambika Kalna. Sesampainya di sana, Syamananda memberikan penghormatan kepada gurunya, dan Shri Hrdaya Chaitanya Prabhu memeluknya dan bertanya tentang kesejahteraan para gosvamis Vrindavana. Ketika dia mendengar bahwa buku-buku para gosvami telah dicuri di Bishnupur, Shri Hrdaya Chaitanya Prabhu menjadi sangat khawatir.
Syamananda melayani kaki padma gurunya dalam kebahagiaan yang besar dan dengan cara inilah Syamananda melewati hari-harinya. Pada saat itu sebagian besar penyembah Tuhan Sri Chaitanya di Orissa telah berpulang. Dengan demikian penyebaran ajaran Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu terhenti. Hrdaya Chaitanya Prabhu menganggap masalah ini adalah masalah yang sangat serius dan akhirnya menginstruksikan kepada Shyamananda Prabhu untuk pergi ke Orissa dengan tujuan melanjutkan penyebaran misi Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu. Syamananda pada awalnya sangat sedih karena dia harus segera berpisah lagi dari guru spiritualnya yang snagat dia cintai, tetapi Shri Hrdaya Chaitanya Prabhu menjelaskan dengan sangat jelas bahwa Syamananda prabhu tidak memiliki alternatif lain selain menerima perintah ini di kepalanya.
Syamananda berangkat ke Utkaladesh (Orissa). Setelah memasuki Orissa, ia pertama kali pergi ke tempat kelahirannya di Dharenda Bahadurpur. Penduduk desa sangat senang melihatnya setelah bertahun-tahun tidak pernah bertemu. Dia tinggal di sana selama beberapa hari dan menyebarkan ajaran kesadaran Krishna, hasilnya banyak orang menjadi tertarik dan berlindung di bawah kaki-padmanya. Dari sana dia datang ke Dandeshwar, tempat ayahnya, Shri Krishna Mandal, sebelumnya tinggal. Orang-orang di sana juga senang menerima dia dan festival Hari katha diadakan di sana selama beberapa hari. Di sini juga banyak orang yang tertarik dengan potensi rohani Shyamananda Prabhu dan akhirnya menjadi murid2nya. Jadi, dengan kedatangan Shyamananda Prabhu yang menguntungkan di Utkala, ajaran-ajaran Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu kembali dihidupkan.
Di tepi Sungai Suvarna Rekha tinggal seorang pemilik tanah yang saleh dan berbakti bernama Shri Acyuta deva. Putra satu-satunya bernama Rasika. Dari masa kecilnya Rasika sangat khusuk memuja Tuhan Krishna. Dia sudah memastikan bahwa tujuan terbesar dalam hidupnya adalah pengabdian kepada Tuhan Sri Hari. Rasika menjadi ingin berlindung di kaki padma seorang guru spiritual yang bonafide. Suatu hari ketika dia sedang duduk sendirian, merenungkan hal ini, ketika dia mendengar suara rohani: "Rasika! Jangan khawatir lagi. Segera kepribadian yang sangat hebat yang dikenal dengan nama Syamananda akan tiba di sini. Berlindunglah di kaki padmanya. ”
Mendengar ini, Rasika terus menunggu dan mengawasi kedatangan Prabhu Syamananda. Setelah beberapa hari, Syamananda prabhu, ditemani oleh murid-muridnya, datang ke desa Rohini, yang terletak sangat indah di tepi Sungai Suvarna Rekha. Kebahagiaan Rasika tidak bisa diungkapkan. Setelah mempersembahkan sujudnya, ia dengan rendah hati membimbing Syamananda prabhu ke rumahnya dan menyembah kaki padma Syamananda bersama dengan anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya, yang semuanya menyerahkan diri sepenuhnya kepada kaki Padma Syamananda.
Pada hari yang baik, Syamananda prabhu memberikan diksa kepada Rasika dalam mantra Radha-Krishna dan Shri Rasika Deva memulai festival namasankirtan di rumahnya. Dia mengundang semua teman-temannya serta para penyewa tanah miliknya dan semua orang sangat tertarik dengan ajaran Shri Gaura Nityananda, seperti yang diuraikan oleh Syamananda prabhu, sehingga mereka segera ingin berlindung di kaki padmanya. Dengan demikian banyak orang di daerah Rohini menjadi murid Syamananda prabhu.
Di daerah Rohini hidup seorang yogi yang sangat terkenal dengan nama Damodara. Suatu hari dia datang untuk mendapatkan darsana dari Syamananda prabhu. Dia menjadi terpikat. Bahkan dari kejauhan dia melihat cahaya cemerlang yang terpancar dari tubuhnya. Semakin dekat ia mepersembahkan salam di kaki padma Syamananda. Syamananda sebaliknya juga mengucapkan salam. Dengan berlinangan air mata, Syamananda meminta yogi itu, “Dalam keadaan suci Anda, Anda harus selalu mengucapkan nama suci Shri Gaura-Nityananda. Mereka sangat penyayang, dan mereka akan melimpahkan cinta kasih Krishna kepadamu. ”
Mendengar pernyataan Acharya ini, pikiran yogi Damodara menjadi melunak dalam cinta, dan dia menjawab, “Saya akan menyembah kaki padma Gaura Nityananda. Mohon berbelas kasihan kepada saya. ”Maka, Syamananda memberkatinya. Dengan demikian, yogi itu menjadi pemuja yang hebat dan terus menyanyikan kemuliaan Gaura-Nityananda dengan air mata di matanya.
Banyak pria kaya tinggal di desa Balarampur. Ketika mereka mendengar tentang kejayaan Syamananda, mereka menjadi sangat ingin melihatnya, dan beberapa datang untuk memintanya mengunjungi kota mereka. Syamananda dengan penuh belas kasihan menerima undangan mereka, bersama Rasikananda, Damodar, dan beberapa muridnya yang lain, ia dengan penuh kejayaan memasuki Balarampur, di mana masyarakatnya yang mulia dan sangat gembira menerima Shyamananda yang selanjutnya memuja kaki padmanya dan mempersembahkan hidangannya. Sebuah festival Hari-katha diadakan selama beberapa hari berikutnya di mana banyak orang menerima perlindungan di bawah kaki Padma Shyamananda.
Hari demi hari kejayaan Syamananda menyebar ke seluruh Utkaladesa. Dari Nrsimhapur ia datang ke Gopiballabhpur. Di sini juga, banyak orang yang baik hati tertarik dan karenanya berlindung pada kaki padmanya. Orang-orang di sini secara khusus memintanya untuk menginstal Shri Vigraha dari Radha-Krishna. Maka dari kontribusi mereka, sebuah kuil untuk Tuhan lengkap dengan aula untuk sankirtana, dapur, tempat untuk para penyembah, sebuah kolam dan taman-taman di sekitarnya mulai dibangun.
Setelah itu Acharya Shri Syamananda melakukan instalasi Shri Shri Radha-Govinda dan sebuah festival besar diadakan di mana tampaknya sebagian besar penduduk Bengal, Orissa hadir. Melihat keindahan bentuk transendental Shri Radha dan Govinda, hati orang-orang terpuaskan sepenuhnya. Shyamananda Prabhu mempercayakan Shri Rasikananda dengan pemujaannya. Setelah melakukan perjalanan sepanjang Orissa dan menyebarkan ajaran Tuhan Shri Gaura-Nityananda, Syamananda kembali ke kaki padma Shri Hrdaya Chaitanya Prabhu di Ambika Kalna. Setelah mempersembahkan sujudnya di kaki padma gurunya, Syamananda menceritakan bagaimana panji kemenangan Tuhan Shri Gaura Nitai kini berkibar di seluruh Utkaladesa. Shri Hrdaya Chaitanya dengan penuh kasih memeluknya dengan penuh rasa terima kasih.
Syamananda diundang ke festival di Kheturi, yang ia hadiri bersama para muridnya. Sekali lagi ia dipersatukan dengan teman-teman lamanya Srinivasa dan Shri Narottama. Ketiganya merasakan berada dalam lautan kebahagiaan rohani, saat mereka bertukar kasih sayang dan pelukan. Shri Jahnava Mata, Shri Raghunanandana Thakura, Shri Acyutananda, Shri Vrindavana dasa Thakura, serta banyak pemimpin pendukung lainnya dari misi penyebaran ajaran Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu saat itu juga hadir. Setelah akhir perayaan, Syamananda mohon pamit dari para Vaishnava di sana dan segera berangkat ke Utkaladesa.
Ketika dia datang ke Kantaknagar, dia kembali bertemu dengan Srinivasa Acharya Prabhu, dan di Jajigram dia melihat Shri Raghunandana Thakura sekali lagi. Dia diberitahu bahwa pada saat ini banyak dari rekan-rekan pribadi Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu telah berpulang.
Tak lama kemudian, Shyamananda Prabhu memasuki daerah Utkaladesa. Dalam perjalanan tersebut dia tinggal di rumah para penyembah yang berbeda dan memberkati mereka dengan karunianya. Dengan cara ini dia kembali datang ke Gopiballabhpur. Di sini ia menerima berita bahwa gurunya, Shri Hrdaya Chaitanya prabhu, juga telah berpulang, seketika itu Syamananda tidak sadarkan diri. Setelah pulih dari kesadarannya, dia menangis selama beberapa waktu, kesedihan yang begitu mendalam. Shri Hrdaya Chaitanya menampakkan dirinya dalam mimpi Syamananda Prabhu dan berusaha menghiburnya.
Nama Syamananda Prabhu menjadi semakin terkenal di seluruh Orissa dan pemujaan Shri Gaura-Nityananda diresmikan di banyak tempat. Shri Rasika Murari, Shri Radhananda, Shri Purusottama, Shri Manohara, Cintamani, Balabhadra, Shri Jagadisvara, Shri Uddhava, Akrura Madhurana, Shri Govinda, Shri Jagannatha, Gadadhar, Anandanandana, dan Shri Radha Mohan. . Setelah berhasil menyebarkan ajaran di berbagai daerah, Syamananda kembali ke Gopi-ballabhpur di mana ia mengikuti festival besar selama beberapa hari. Selanjutnya dia datang ke rumah Uddanda Raya Bhui, di Nrsimhapur di mana Uddanda Raya Bhui juga mengadakan festival besar.
Pada hari pertama dari dua minggu yang gelap di bulan Asar, Shri Shyamananda Prabhu meninggalkan dunia ini. Puspa Samadhi Shyamananda Prabhu dan tempat Beliau menemukan gelang kaki Shrimati Radharani berada tepat di seberang jalan dari kuil Shri Shri Radha-Syamsundara di Vrndavana. Shri Shri Radha-Syamsundara adalah Arca yang biasanya dipuja oleh Shri Syamananda Prabhu .
Jay Shri Syamananda Prabhu ki… jay
Hare Krishna.....

Jumat, 14 Juni 2019

JULANTI RANGE


Julanti range ray sange, syama sundara
Ragare anu - raga karantise
Vamsi sundara
Srimati Radharani bersama-sama Sri Syama Sundara sedang bermain ayun-ayunan(Julana). Vamsi Sundara Krishna yang terlihat begitu indah memainkan seruling di tanganNya, sedang memperagakan serulingNya dengan berbagai jenis melodi(Raga anuraga).
Balimakaranti nilendramani
Labanya prati mati banga tani
Mrida mrida hasa nayana vilasa, kele madhura
Ketampanan wajah Sri Krishna menjadi lebih tampan lagi dengan dihiasi permata indra Nilamani yaitu batu permata saphir yang berwarna biru. Beliau memiliki tiga lekukan di badanNya melemparkan senyumanNya yang memikat dan lirikan mata Beliau begitu indah seolah-olah Beliau berbicara melalui mataNya.
Malati kusuma racita doli
Julai dianti baraja bali
Gaite tomana paranti kirtana, bhai nupura
Ayunan yang indah itu terbuat dari bunga melati, diayuni oleh para gadis Vraja. Ada yang membacakan lagu, ada yang bernyanyi sambil kirtan dan menari dengan manisnya diiringi suara gemerincing gelang kaki mereka.
Kiba jae bina die kahali
Kibajae matala mukuta cali
Kevala sudira bhajae madhura, preme athura
Ada yang memainkan alat musik Wina, ada yang memainkan terompet, ada yang memainkan mridanga. Mereka berjalan mengitari ayunan sambil bermain. Semuanya bernyanyi dengan berbagai jenis instrument. Begitu manisnya sehingga Sri Sri Radha Krishna menjadi terikat dengan cinta kasih mereka.
Tapa tapa japa japa parasa
Sitala pavana candra manisa
Parasuka sari mayura mayuri, prema bibhara
Ketika badan mereka bersentuhan, suhu di dalam badan mereka menjadi panas. Tapi karena ada sinar bulan dan angin sepoi-sepoi yang lembut, suhu diluar badan mereka menjadi dingin. Burung kakak tua yang jantan dan betina dan burung merak menjadi mabuk kebahagiaan didalam suasana yang penuh dengan cinta kasih itu.
Julana utshava kunja sadane
Dehi sakhi bhai amati mane
Bole banamali dole puspanjali, ray sundara
Julan Utsava atau festival ayunan tersebut terjadi di sebuah Kunja/taman. Para gopi mengundang teman-temannya untuk datang ke kunja tersebut. Sambil menyanyikan lagu ini. Banamali das mempersembahkan bunga puspanjali kehadapan Sri Sri Radha Syamasundara.
//=======================================
DOKUMEN RAHASIA MILIK PESRAMAN SRI SRI RADHA RASESVARA,
Terjemahan oleh pelayan anda: Sudama das dibantu oleh Akincana das (Orisa).

Rabu, 12 Juni 2019

Śrī Śrī Ṣaḍ-gosvāmy-aṣṭaka




Eight Prayers to the Six Gosvamis
by Śrīnivāsa Ācārya
kṛṣṇotkīrtana-gāna-nartana-parau premāmṛtāmbho-nidhī
dhīrādhīra-jana-priyau priya-karau nirmatsarau pūjitau
śrī-caitanya-kṛpā-bharau bhuvi bhuvo bhārāvahantārakau
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who are always engaged in chanting the holy name of Kṛṣṇa and dancing. They are just like the ocean of love of God, and they are popular both with the gentle and with the ruffians, because they are not envious of anyone. Whatever they do, they are all-pleasing to everyone, and they are fully blessed by Lord Caitanya. Thus they are engaged in missionary activities meant to deliver all the conditioned souls in the material universe.
nānā-śāstra-vicāraṇaika-nipuṇau sad-dharma-saṁsthāpakau
lokānāṁ hita-kāriṇau tri-bhuvane mānyau śaraṇyākarau
rādhā-kṛṣṇa-padāravinda-bhajanānandena mattālikau
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
2) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who are very expert in scrutinizingly studying all the revealed scriptures with the aim of establishing eternal religious principles for the benefit of all human beings. Thus they are honored all over the three worlds and they are worth taking shelter of because they are absorbed in the mood of the gopis and are engaged in the transcendental loving service of Rādhā and Kṛṣṇa.
śrī-gaurāṇga-guṇānuvarṇana-vidhau śraddhā-samṛddhy-anvitau
pāpottāpa-nikṛntanau tanu-bhṛtāṁ govinda-gānāmṛtaiḥ
ānandāmbudhi-vardhanaika-nipuṇau kaivalya-nistārakau
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
3) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who are very much enriched in understanding of Lord Caitanya and who are thus expert in narrating His transcendental qualities. They can purify all conditioned souls from the reactions of their sinful activities by pouring upon them transcendental songs about Govinda. As such, they are very expert in increasing the limits of the ocean of transcendental bliss, and they are the saviors of the living entities from the devouring mouth of liberation.
tyaktvā tūrṇam aśeṣa-maṇḍala-pati-śreṇīṁ sadā tuccha-vat
bhūtvā dīna-gaṇeśakau karuṇayā kaupīna-kanthāśritau
gopī-bhāva-rasāmṛtābdhi-laharī-kallola-magnau muhur
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
4) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who kicked off all association of aristocracy as insignificant. In order to deliver the poor conditioned souls, they accepted loincloths, treating themselves as mendicants, but they are always merged in the ecstatic ocean of the gopis’ love for Kṛṣṇa and bathe always and repeatedly in the waves of that ocean.
kūjat-kokila-haṁsa-sārasa-gaṇākīrṇe mayūrākule
nānā-ratna-nibaddha-mūla-viṭapa-śrī-yukta-vṛndāvane
rādhā-kṛṣṇam ahar-niśaṁ prabhajatau jīvārthadau yau mudā
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
5) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who were always engaged in worshiping Rādhā-Kṛṣṇa in the transcendental land of Vṛndāvana where there are beautiful trees full of fruits and flowers which have under their roots all valuable jewels. The Gosvāmīs are perfectly competent to bestow upon the living entities the greatest boon of the goal of life.
saṅkhyā-pūrvaka-nāma-gāna-natibhiḥ kālāvasānī-kṛtau
nidrāhāra-vihārakādi-vijitau cātyanta-dīnau ca yau
rādhā-kṛṣṇa-guṇa-smṛter madhurimānandena sammohitau
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
6) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who were engaged in chanting the holy names of the Lord and bowing down in a scheduled measurement. In this way they utilized their valuable lives and in executing these devotional activities they conquered over eating and sleeping and were always meek and humble enchanted by remembering the transcendental qualities of the Lord.
rādhā-kuṇḍa-taṭe kalinda-tanayā-tīre ca vaṁśīvaṭe
premonmāda-vaśād aśeṣa-daśayā grastau pramattau sadā
gāyantau ca kadā harer guṇa-varaṁ bhāvābhibhūtau mudā
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
7) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who were sometimes on the bank of the Rādhā-kunda lake or the shores of the Yamuna and sometimes at Vaṁśīvaṭa. There they appeared just like madmen in the full ecstasy of love for Kṛṣṇa, exhibiting different transcendental symptoms in their bodies, and they were merged in the ecstasy of Kṛṣṇa consciousness.
he rādhe vraja-devīke ca lalite he nanda-sūno kutaḥ
śrī-govardhana-kalpa-pādapa-tale kālindī-vane kutaḥ
ghoṣantāv iti sarvato vraja-pure khedair mahā-vihvalau
vande rūpa-sanātanau raghu-yugau śrī-jīva-gopālakau
8) I offer my respectful obeisances unto the six Gosvāmīs, namely Śrī Rūpa Gosvāmī, Śrī Sanātana Gosvāmī, Śrī Raghunātha Bhaṭṭa Gosvāmī, Śrī Raghunātha dāsa Gosvāmī, Śrī Jīva Gosvāmī, and Śrī Gopāla Bhaṭṭa Gosvāmī, who were chanting very loudly everywhere in Vṛndāvana, shouting, “Queen of Vṛndāvana, Rādhārāṇī! O Lalita! O son of Nanda Mahārāja! Where are you all now? Are you just on the hill of Govardhana, or are you under the trees on the bank of the Yamunā? Where are you?” These were their moods in executing Kṛṣṇa consciousness.

Sri Siksastakam




1
ceto-darpana-marjanam bhava-maha--davagni-nirvapanam
shreyah-kairava-chandrika-vitaranam vidya-vadhu-jivanam
anandambudhi-vardhanam prati-padam purnamritaswadanam
sarvatma-snapanam param vijayate sri-krishna-sankirtanam


2
namnam akari bahudha nija-sarva-shaktis
tatrarpita niyamitah smarane na kalah
etadrishi tava kripa bhagavan mamapi
durdaivam idrisham ihajani nanuragaha


3
trinad api sunichena
taror api sahishnuna
amanina manadena
kirtaniyah sada harih


4
na dhanam na janam na sundarim
kavitam va jagad-isha kamaye
mama janmani janmanishvare
bhavatad bhaktir ahaituki twayi


5
ayi nanda-tanuja kinkaram
patitam mam vishame bhavambudhau
kripaya tava pada-pankaja-
sthita-dhuli-sadrisham vichintaya


6
nayanam galad-ashru-dharaya
vadanam gadgada-ruddhaya gira
pulakair nichitam vapuh kada
tava nama-grahane bhavishyati


7
yugayitam nimeshena
chakshusha pravrishayitam
shunyayitam jagat sarvam
govinda-virahena me


8
ashlishya va pada-ratam pinashtu mam
adarshanan marma-hatam karotu va
yatha tatha va vidadhatu lampato
mat-prana-nathas tu sa eva naparah


SEPULUH JENIS KESALAHAN TERHADAP NAMA SUCI TUHAN

Bahu janma kariadi sravanam kirtanam

tabu tana paya krsna pade prema dana

Walaupun seseorang berusaha mengucapkan Nama Suci Tuhan selama banyak penjelmaan tetapi masih melakukan sepuluh jenis kesalahan maka dia tidak akan mencapai tujuan terakhir dalam hidupnya yaitu mencintai Tuhan Yang Maha Esa Sri Krsna.

Sepuluh jenis kesalahan terhadap Nama Suci Tuhan :
1.    Menghina penyembah-penyembah Tuhan yang sudah menyerahkan dirinya untuk mengajarkan nama  Suci Tuhan Yang Maha Esa.
2.     Mempersamakan nama-nama para deva dengan nama Suci Visnu misalnya mempersamakan nama Siva atau Brahma dengan nama Suci Visnu atau menganggap bahwa nama deva-deva tidak tergantung pada Nama Suci Visnu.
3.     Melanggar perintah-perintah sang guru kerohanian.
4.     Menghina kesusastraan Veda atau kesusastraan yang sesuai dengan ajaran Veda.
5.     Menganggap bahwa cara yang mulia mengucapkan maha-mantra Hare Krsna adalah suatu khayalan.
6.     Menafsirkan tentang kemuliaan nama-nama suci Tuhan YME.
7.  Berbuat dosa sambil mengucapkan Nama Suci Tuhan dengan maksud diampuni nantinya setelah mengucapkan Nama Suci Krsna Tuhan  Yang Maha Esa.
8.    Menganggap bahwa cara yang mulia mengucapkan maha mantra hare krsna adalah  salah satu kegiatan yang saleh atau upacara–upacara yang diajarkan dalam Veda sebagai kegiatan yang dimaksudkan  untuk membuahkan hasil atau karma kanda.
9.      Mengajarkan orang-orang yang tidak beriman tentang kemuliaan Nama Suci Tuhan YME.
10.  Masih ragu-ragu dalam mengucapkan Nama Suci Tuhan atau masih memelihara perikatan-perikatan duniawi walaupun dia sudah banyak mengerti ajaran-ajaran mengenai hal itu. Setiap penyembah  yang memperkenalkan dirinya sebagai seorang vaisnava dia harus berpantang tehadap 10 jenis kesalahan tersebut diatas agar dia cepat-cepat mencapai kesempurnaan.

Marilah kita bersujud dengan segala penghormatan kepada vaisnava penyembah-penyembah Tuhan yang dapat memenuhi keinginan setiap orang seperti halnya kalpa vrksa pohon yang dapat memenuhi segala keinginan mereka selalu sangat baik terhadap roh-roh yang seperti hamba ki-jay.

Sujud :
vancha kalpatarubhyas ca
krpa sindubhya eva ca
patitanam pavanebhyo
vaisnavebhyo namo namah


SEPULUH KESALAHAN TERHADAP NAMA SUCI TUHAN


Srila Gour Govinda Swami Maharaja Gurudeva


Pelajaran tentang Nama Aparadha ini selalu diberikan oleh Guru kami tercinta H. D. G. Srila Gour Govinda Swami Maharaja Gurudeva pada saat upacara diksa.
NAMA APARADHA
Pelajaran yang diberikan oleh H. H Srila Gour Govinda Swami Maharaja pada saat upacara diksa di Bhubaneswar, India bersamaan dengan Janmastami, 14 Agustus 1990
Pengantar
Avaignavopadistena
mantrena nirayam vrajet
punas ca vidhina samyag
grahayed vaisnavad guroh
(narada pancaratra)
Di dalam Hari Bhakti Vilasa, Sri Sanatana Goswami mengatakan, bahwa seseorang hendaknya tidak mengambil mantra diksa dari seseorang yang bukan Vaisnava. Jadi siapa yang dapat disebut sebagai Vaisnava?. Seorang Stri Sangi- yaitu orang terlalu terikat dengan wanita dan yang bukan penyembah Sri Krsna maka dia bukanlah seorang Vaisnava. Apabila seorang menerima diksa (mantra) dari seorang yang bukan Vaisnava maka dia akan jatuh ke neraka.
Karena itu menurut prinsip-prinsip guru, sadhu, sastra seseorang hendaknya hanya menerima mantra diksa dari seorang Vaisnava- guru yang dapat dipercaya dan bonafide.
nr- deham adyam su labham su-durlabham
oakvam su-kalpam guru-karandharam
mayanukulena nabbasuateritam
puman bhavabdhim na taret sa atma ha
“badan manusia dapat memberikan segala macam keberuntungan dalam kehidupan yang karena susunan hukum alam akan secara otomatis dapat dicapai. Walaupun demikian kehidupan sebagai manusia ini sangat sulit dan jarang dicapai. Badan manusia dapat dibandingkan sebagai kapal atau perahu yang dibuat secara sempurna. Sedangkan guru kerohanian adalah sebagai nahkoda (yang ahli dan berpengalaman) dan ajaran-ajaran dan perintah Kepribadian Tuhan Yangan Maha Esa adalah sebagai angin baik yang dapat mendorong lajunya perahu tersebut. Dengan mempertimbangkan semua keberuntungan ini, seorang manusia yang tidak  menggunakan kehidupannya untuk menyeberangi lautan kehidupan material dapat disebut sebagai pembunuh roh (bunuh diri secara rohani).
Srimad Bhagavatam skanda 11 telah mengatakan hal ini: “bahwa kehidupan dalam bentuk badan manusia ini sangat jarang dan sulit sekali diperoleh. Namun demikian tetap merupakan kapal/ perahu yang sangat baik untuk menyeberangi lautan material. Untuk itu seorang nahkoda yang ahli (karandhar) sangat dibutuhkan untuk ditempatkan dalam kapal ini. dan seorang Vaisnava guru-adalah nahkoda yang sangat ahli tersebut, selanjutnya sebagai angin yang baik adalah karunia Sri Krsna yang akan membantu perahu tersebut menyeberangi samudra kehidupan material. Segala fasilitas yang baik ini telah diberikan kepada semua orang pada saat lahir sebagai manusia. Namun bila mereka sama sekali tidak berusaha untuk menyeberangi samudera kehidupan material yang penuh kesengsaraan ini, maka dia sebenarnya sedang bunuh diri.
Jadi orang hendaknya mencari seorang guru kerohanian (sad guru) yang dapat dipercaya dan selanjutnya menerima mantra diksa (inisiasi) dari sad guru tersebut. Pada saat guru memberikan mantra diksa, terlebih dahulu beliau akan mengajarkan tentang Nama Aparadha, yaitu kesalahan- kesalahan yang dilakukan sehubungan dengan pengucapan Nama Suci, karena itu setiap calon murid hendaknya mengerti jelas sekali tentang Nama Aparadha tersebut.

SEPULUH JENIS KESALAHAN TERHADAP NAMA SUCI
1.      SADHU NINDA: menghina/ mengkritik para Vaisnava/ sadhu.  (satam ninda namnah paramam aparadham vitanute yatah khayatim yatam katham u sahate tad-vigraham)
Kesalahan pertama adalah menghina atau mengkritik para sadhu (Vaisnava) yang disebut sadhu ninda. Siapa sadhu tersebut?. Sadhu adalah orang yang telah sepenuhnya menyerahkan diri kepada kaki padma Sri Krsna. Orang yang telah mengabdikan seluruh kehidupannya untuk mengajarkan ajaran Bhagavan Sri Krsna keseluruh dunia adalah seorang Vaisnava sadhu. Karena itu kalian hendaknya jangan sampai menghina atau mengkritik seorang sadhu.

2.      Menganggap nama-nama para dewa seperti Siwa atau dewa Brahma sejajar atau tidak tergantung dengan nama suci Sri Visnu.
(sivasya Sri-visnor ya iha guna-namadi-sakalam dhiya bhinam pasyet sa khalu hari-namahita-karah).
Adalah suatu kesalahan kalau berpikir bahwa para dewa yang lainnya adalah sebagai Bhagavan dan juga berpikir bahwa nama suci, bentuk sifat-sifat dan kualitas, kegiatan atau lila Sri Krsna berbeda dengan Sri Krsna sendiri. Juga bila kalian berpikir bahwa dewa Siwa dan dewa Brahma adalah bhagavan atau Tuhan atau kalian berpikir bahwa nama dewa Siwa dan dewa Brahma sejajar dengan nama suci Sri Visnu atau Sri Krsna, atau beranggapan bahwa mengucapkan atau berjapa nama dewa Siwa atau dewa Brahma sebaik mengucapkan (japa) Maha Mantra Hare Krsna adalah juga suatu kesalahan. Karena itu seorang bhakta, penyembah atau Vaisnava hendaknya tidak berpikir seperti itu. Dijelaskan bahwa:
Anyadeba sha Vishnu kaje mane
se bada agyani isa tatta nahijane
a jada jagate Vishnu param isvara
girisadi jatadeba tahar kinkara
vasudev chade jei anya deva bhaje
iswar chadiya sei samsaratemaje

Di dalam sastra dikatakan bahwa Tuhan Sri visnu ata Sri Krsna adalah parameswara. Sedangkan para dewa yang lainnya bahkan dewa Siwa dan dewa Brahma adalah sebagai pembantunya. Bila Sri Krsna atau Sri Visnu dipuja dengan baik, otomatis semua dewa-dewa yang lain ikut dipuja. Untuk itu pemujaan khusus atau terpisah untuk para dewa tidak diperlukan. Maka selanjutnya timbul suatu pertanyaan.  Apakah kita boleh mengabaikan atau sama sekali tidak perlu menghormati para dewa,?, atau bagaimana caranya kita berhubungan dengan para dewa? Jawabannya adalah: bahwa seorang Vaisnava hendaknya selalu hormat kepada para dewa, karena semua dewa adalah pelayan atau pembantu- pembantu Sri Krsna/ Sri Vishnu, maka dengan demikian mereka adalah para Vaisnava, tetapi bukan jyatha –tatha anyadeva karenadarsan, Krsna dasa bali tare Karen bandan. Seorang Vaisnava semestinya tidak melecehkan dewa manapun, mereka semuanya adalah pelayan Sri Vishnu/Sri Krsna, dengan cara demikian mereka semuanya adalah Vaisnava, walaupun bukan Vaisnava- Vaisnava yang murni, mereka tetap adalah Vaisnava. Jadi seorang penyembah semestinya selalu hormat kepada para dewa jangan sampai kurang hormat atau bahkan melecehkan para dewa.
3.      GURU VAKYA AVAJNA
(guror avajna)
Tidak melaksanakan/ mengabaikan nama tattva-vit guru
Kesalahan yang ke- 3 adalah tidak melaksanakan/ mengikuti nama tatva-vit guru. Ini adalah kesalahan yang paling besar dan paling serius. Kesalahan-kesalahan yang lain mungkin dapat dimaafkan dengan suatu cara tertentu, tetapi sama sekali tidak ada maaf bila seseorang tidak melaksanakan perintah-perintah dan ajaran gurunya. Jadi ini adalah kesalahan yang paling penting dan paling keras atau serius, karena ini suatu kesalahan yang sangat besar, maka semuanya harus memperhatikan dan mengertikannya dengan baik. Seorang murid hendaknya jangan menganggap sang guru kerohanian sebagai manusia biasa.
acaryam mam vijaniyan
nava manyetas karhicit
na martya-buddhyasuyeta
sarva deva mayo guruh
“ seorang hendaknya mengerti bahwa para acarya sebagai diri-Ku dan dalam keadaan manapun jangan sampai tidak menghormatinya. Orang hendaknya jangan berpikir bahwa acarya adalah orang biasa. Karena dia adalah wakil dari semua dewa (Srimad Bhagavatam 11.17.27)
Inilah ajaran Sri Krsna. Kalian hendaknya jangan pernah berpikir bahwa acarya atau guru kerohanian sebagai manusia biasa “mat-svarupa”, guru adalah manifestasi dari Tuhan Sri Krsna dan semua kepribadian ada pada kepribadian Sri Guru.
gurute abagyan jar trar aparadh
se aparadhe tar haye braktibadh
gurute achala sraddha kare jei jana
suddha nama bale pai se permadhan
sad guru prapti jei abagya acHare
se papist aparadhi sarbatra samsare
sad guru apsaradh ati bhayankara
ehi aparadhi nasta hoya deva nara
            telah dinyatakan dalam sastra, seharusnya seorang murid mengembangkan bhakti yang mantap tampa menyimpang kepada Tuhan Sri Krsna. Pasti dengan mudah sekali memperoleh bhakti yang murni ( suddha Bhakti).
Dengan mudah sekali mereka akan kembali pulang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi orang hendaknya sangat hati-hati sekali untuk menerima seorang sang guru. Guru yang bonafide (yang dapat dipercaya) penyembah murni Sri Krsna, suddha bhakte layivena guru rupe basi, dinyatakan bahwa hendaknya menerima seorang sudhha bhakta, penyembah murni Sri Krsna sebagai guru kerohanian. Seorang semestinya menerima guru seperti itu, seseorang harus berhati-hati, kalau tidak hati-hati dia akan tertipu. Dia akan menerima seorang penipu atau hypocrite. Jadi seorang murid hendaknya selalu berusaha untuk melaksanakan segala ajaran, petunjuk, dan perintah-perintah dari gurunya. Inilah kesalahan yang paling serius bila seorang murid tidak melaksanakan perintah-perintah dan ajaran gurunya.
4.      SRUTI SASTRA NINDA
(sruti sastra nindanam)
Menghina kesusastraan veda
Kesalahan ke- 4 adalah srutti sastra ninda: menghina kesusastraan/ kitab suci veda
maya badha jibe Krsna bahu krpakari
veda purandi dila arya gyan dhari
maya mugda jiber nahi Krsna smrti gyan
jiber kripaye kaile Krsna veda piuran
            disini dikatakan, bahwa roh yang terikat telah melupakan Sri Krsna, maka atas karunia beliau yang tiada sebabnya, Sri Krsna telah memberikan semua kesusastraan weda. Karena itu kalian hendaknya jangan pernah menghina kitab-kitab suci weda tersebut.
5.      NAMA ARTAVADA
(tathartha vadah)
Menafsirkan nama suci Tuhan Yang Maha Esa
Nama arthavada, berarti menafsirkan nama suci Sri Krsna dengan berbagai jalan, Contohnya orang yang melakukan kesalahan bisa mengatakan: “Krsna artinya hitam”, dalam abhidan (kamus sansekerta) dikatakan demikian dan ini adalah kesalahan. Krsna adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kebenaran mutlak. Karena itu kalian hendaknya tidak menfsirkan nama suci Tuhan Yang Maha Esa atau Sri Krsna, atau memberi arti lain dengan berbagai cara apapun, itu adalah suatu kesalahan. Banyak orang juga mengatakan sebagai berikut, “memang di dalam sastra dinyatakan tentang kehebatan nama suci tetapi sesungguhnya itu tidak benar karena itu hanya dilebih-lebihkan saja yang maksudnya agar orang tertarik pada nama suci Sri Hari”. Ini juga kesalahan, mereka yang mengembangkan sikap ragu-ragu (samsaya atma) terhadap nama suci ini otomatis dia sudah melakukan kesalahan. Kalian hendaknya jangan pernah ragu-ragu terhadap nama suci Sri Krsna yang tidak berbeda dengan Sri Krsna sendiri “abhinna twam nama namina”. Dan khususnya pada zaman kali ini tidak ada inkarnasi lain dari Sri Krsna, hanya ada satu inkarnasi-Nya yaitu nama suci Krsna. Kali yuga nama rupe Krsna avatar, inilah petunjuk sastra, dan kesimpulan sastra, siddhanta. Dalam hal ini telah diberikan dalam semua sastra dan khususnya dinyatakan sendiri oleh Sri Caintanya Mahaprabhu yang tidak lain adalah Sri Krsna sendiri yang telah datang sebagai seorang penyembah, seorang acarya, beliau mengatakan seperti ini: bila seseorang melakukan kesalahan itu berarti dia telah meragukan nama suci Sri Krsna, dan bagi mereka yang memberikan penafsiran yang berbeda terhadap nama suci ini, mereka adalah salah besar dan bila pada suatu kesempatan kalian bertemu dengan seorang pendosa dan berbicara dengan orang tersebut, itu juga berbuat kesalahan. Untuk menyucikan diri dari kesalahan tersebut kalian hendaknya mandi di air sungai gangga, bila tidak ada sungai gangga kalian hendaknya mandi di air suci yang lainnya. Sambil mengucapkan mantra gangga dia hendaknya segera mandi, bila tidak demikian kesalahn tersebut tidak akan bisa diperbaiki atau disucikan.
6.      NAMAVALE PAPABUDHI
(namo balad yasya hi papa-buddhir na vidyate tasya yamair hi subdhih)
Melakukan kegiatan berdosa atas kekuatan nama suci Tuhan.
Kesalahan ke- 6 disebut namavale papbhudi, artinya melakukan kegiatan yang berdosa atas kekuatan dari pengucapan nama suci. Dikatakan dalam sastra “eka Krsna kare sarwa papa kshya” satu nama Sri Krsna sudah sangat kuat sekali, bahkan mampu menghancurkan dosa-dosa yang telah dikumpulkan dari sejak berjuta-juta kali penjelmaan, jadi sangat kuat  sekali, hanya satu nama Krsna saja “eka Krsna kare sarwa papa kshya”, kemudian bila sesorang mengatakan atau berpikir “wah ini adalah senjata yang sangat ampuh yang sudah saya miliki sekarang, karena itu saya akan mengucapkan maha mantra Hare Krsna dan menghancurkan seluruh reaksi dosa, kemudian saya akan mengucapkan maha mantra Hare Krsna lagi untuk menghilangkan reaksinya”. Mentalitas ini disebut navale papabuddhi, itu berarti melakukan suatu hal yang berdosa atas kekuatan pengucapan Hari Nama. Ini adalah suatu kesalahan. Karena itu janganlah mengembangkan mentalitas seperti itu.
Bagi mereka yang menerima seorang guru yang bonafide dan sedang di inisiasi olehnya, untuk mendapatkan Hari nama, mereka semestinya tidak memikirkan tentang hal-hal yang berdosa dan semestinya dia sangat hati-hati, bahkan didalam hati sekalipun jangan pernah berpikir tentang kegiatan berdosa. Walaupun pada zaman kali sesorang mendapat maaf, yaitu bahwa pada zaman kali kalau seseorang berpikir tentang kegiatan berdosa hanya dalam pikirannya saja, dia tidak akan menerima reaksi dosa dan kegiatan yang berdosa, kalau dia tidak melakukannya, tetapi pada zaman kali seseorang baru berpikir saja bahwa dia akan menerima seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya (bonafide) dan menerima Hari Nama dari beliau, walau hanya berpikir saja dia sudah mendapatkan hasil. Sri Krsna sebagai paramaatman yang bersemayam didalam hati, segera memperlihatkan karunia kepadanya, jadi hasil yang sangat baik, hanya dengan berpikir saja, apalagi kalau mereka bertindak atau akan berbuat kearah itu. Tapi mereka yang sudah didiksa atau diinisiasi, hendaknya sangat berhati-hati sekali jangan sampai memikirkan tentang kegiatan berdosa. Tentu saja pikiran itu sangat lemah sekali, secara tidak disadari akan berpikir tentang sesuatu, tetapi sesorang hendaknya dengan sangat serius sekali dan bersumpah bahwa mulai sejak ini dan seterusnya tidak memberikan pikiran kalian yang lemah itu untuk berpikir tentang dosa apapun. Sri Krsna sebagai paramaatman yang bersemayam didalam hati, beliau mengetahui sampai dimana keseriusanmu dan bagaimana perkembangan keyakinanmu terhadap nama suci. Beliau mengetahui isi hati kita. Inilah hal yang sangat penting, bila dalam hati tidak ada apa-apa tapi hari nama masuk kedalam pikiran dan selekasnya ia menjadi sadar. Oh pikiran yang bodoh dan lemah ini telah memikirkan sesuatu yang buruk dan segera dia mengucapkan Maha mantra Hare Krsna dan berdoa dengan serius dari hatinya yang paling dalam kepada Sri Krsna dan nama suci untuk memaafkannya, maka dia akan dimaafkan, tetapi hal itu jangan dilakukan berulang-ulang, mengertikah kalian dengan semua yang saya katakan..?
Sehubungan dengan hal ini perkenankan saya mengatakan satu hal lagi. Bagi mereka yang bukan penyembah/para asadhu dan bagi mereka yang menjadi penipu/munafik, dimana diluar mereka berpenampilan sebagai penyembah atau Vaisnava, tetapi didalamnya lain, mereka tidak lebih sebagai seorang munafik dan penipu. Dengan bergaul dengan orang-orang penipu, orang-orang munafik, yang hanya di luarnya saja berpakaian sebagai seorang penyembah (Vaisnava/bhakta), berjapa Hare Krsna, tetapi didalamnya tidak demikian halnya, mereka itulah yang disebut penipu atau munafik, apakah mengerti…? Kalau bergaul dengan mereka maka pemikiran-pemikiran berdosa akan masuk kedalam pikiran. Bila seseorang sangat hati-hati dalam hal ini, untuk tidak bergaul dengan orang-orang seperti itu yaitu yang memungkinkan dia berbuat kesalahan, mungkin dapat menghindarkan diri dari kesalahan seperti itu. Bila tidak demikian akan sangat sulit adanya.
7.      SRADAHINA JANE NAMA UPADESH
(asraddhane vimukhe py asrnvati yas copadesah siva namparadah)
Mengajarkan kemuliaan nama suci terhadap orang-orang yang tidak berkeyakianan.
Sradhahina jane nama upadesh artinya bahwa seorang penyembah hendaknya jangan menjelaskan tentang kehebatan dan kemuliaan nama suci kepada orang-orang yang belum mengembangkan keyakinan yang kuat terhadap nama suci dan juga terhadap Sri Krsna sendiri.
Jadi adalah suatu kesalahan bila mengajarkan atau membicarakan kemuliaan nama suci kepada orang-orang demikian itu “sradahina jane nama upadesh” hanya orang-orang yang sudah mengembangkan keyakinan sepenuhnya terhadap Sri Krsna dan nama suciNya memenuhi syarat untuk menerima nama suci. Kewajiban bagi mereka yang akan mengajarkan tentang nama suci adalah bahwa mereka pertama-tama harus mengucapkan nama suci ini dengan suara keras:
HARE KRSNA HARE KRSNA KRSNA KRSNA HARE HARE
HARE RAMA HARE RAMA RAMA RAMA HARE HARE
Melalui cara mengucapkan nama suci dengan suara keras seseorang akan menanamkan keyakinan kepada orang yang belum menumbuhkan keyakinan kepada nama suci. Inilah langkah awal, jangan membicarakan apapun tentang nama suci, cukup hanya berjapa dengan suara keras, laksanakan kirtan dengan suara keras dan biarkan mereka mendengarkan getaran suara rohani ini. itulah yang sangat penting, bila ia menyentuh telinga-telinga seperti itu, maka secara berangsur-angsur dia akan mengembangkan keyakinannya, hal demikian itu dilakukan oleh Srila Prabhupada ketika beliau pergi kenegara barat. Beliau hanya mengambil sepasang kartal dan pergi ke Taman dimana para hippies sedang bergumul dengan obat-obat terlarang dan mabuk-mabukan. Srila Prabhupada hanya mengucapkan Maha mantra Hare Krsna
HARE KRSNA HARE KRSNA KRSNA KRSNA HARE HARE
HARE RAMA HARE RAMA RAMA RAMA HARE HARE
Hanya bernyanyi beliau memenuhi seluruh atmosfir dengan getaran suara rohani, dimana cara ini memiliki daya tarik yang alamiah. Krsna adalah yang maha menarik, begitu pula dengan nama suciNya, karena itu antara Sri Krsna dan nama suciNya tidak ada bedanya. Jadi miliki daya tarik yang wajar. Karena itu kaum hippies tersebut secara otomatis tertarik, anda mengerti…?
Dengan jalan ini beliau menanamkan sradha (keyakinan) kepada mereka. Setelah itu barulah beliau mengajar mereka. Demikianlah caranya. Bila tidak melaksanakan seperti itu, dimana kalau kamu langsung bicara tentang kemulian dan kehebatan nama suci kepada orang-orang yang belum memiliki keyakinan, maka kamu akan melakukan kesalahan.
8.      ANYA SUBHA KARMA SAHA HARI NAMA SAMAN
(dharma vraha tyaga hutadi sarva subha krya samyam api pramadah)
Menganggap cara mengucapkan maha mantra Hare Krsna sama dengan kegiatan saleh lainya. Saya sudah berkali-kali mengajarkan kalian semua bahwa antara nama suci dengan Sri Krsna tidak ada bedanya. Sri Krsna adalah absolute maka nama beliaupun absolute. Sri Krsna adalah yang paling utama, Tuhan yang Maha Esa, kebenaran mutlak, tidak seorangpun sejajar dengan Sri Krsna. Begitu pula halnya tidak ada sesuatupun yang sejajar dengan namaNya, jadi bila seseorang berpikir bahwa pengucapan maha mantra Hare Krsna sebaik melakukan kegiatan saleh lainnya, dia melakukan kesalahan. Pada umumnya para mayawadi berpikir atau berkata demikian. Jadi kalau kalian bergaul dengan para mayawadi maka secara otomatis kalian akan melakukan kesalahan ini.
9.      NAMA GRAHANA SAMAYE ASAVADHANATA
(anavadhanata)