Minggu, 21 Mei 2017



Contoh-contoh bhakti yang spontan mudah dilihat dalam tingkah laku rekan-rekan Kṛṣṇa yang langsung bergaul dengan Dia di Vṛndāvana. Tingkah laku spontan para penduduk Vṛndāvana berhubungan dengan Kṛṣṇa disebut rāgānugā. Insan-insan tersebut tidak perlu memelajari sesuatu tentang bhakti; mereka sudah sempurna dalam pelaksanaan segala prinsip aturan dan sudah mencapai bhakti yang spontan kepada Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya, anak-anak gembala sapi yang bermain bersama Kṛṣṇa tidak harus belajar bagaimana cara bermain bersama Kṛṣṇa melalui pertapaan, kesederhanaan maupun latihan yoga. Mereka sudah lulus segala ujian prinsip-prinsip aturan dalam penjelmaannya yang lalu, dan sebagai hasilnya, sekarang mereka sudah diangkat sampai kedudukan pergaulan dengan Kṛṣṇa secara langsung sebagai kawan-kawan yang disayangi-Nya. Sikap mereka yang spontan disebut rāgānugā-bhakti.
Śrī Rūpa Gosvāmī sudah mendefinisikan rāgānugā-bhakti sebagai rasa tertarik yang spontan terhadap sesuatu sambil khusuk sepenuhnya berpikir tentang obyek itu, dengan keinginan cinta yang sangat tinggi. Bhakti yang dilakukan dalam golongan rāgānugā dapat dibagi lagi menjadi dua golongan: golongan pertama disebut “rasa indera-indera tertarik”, sedangkan yang lain disebut “hubungan pribadi”.
Berhubungan dengan hal ini, terdapat pernyataan dari Nārada Muni kepada Yudhiṣṭhira dalam Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda Tujuh, Bab Satu, sloka 30. Dalam sloka tersebut, Nārada berkata, “Baginda Raja yang saya muliakan, ada banyak penyembah yang pertama-tama tertarik kepada Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa dengan tujuan kepuasan indera-indera, karena iri kepada Dia, karena takut kepada Dia atau karena ingin bergaul dengan Dia dalam hubungan kasih sayang. Akhirnya berbagai rasa tertarik tersebut dibebaskan dari segala pengaruh material, kemudian berangsur-angsur penyembah mengembangkan cinta kasih rohani dan mencapai tujuan hidup tertinggi yang diinginkan oleh penyembah-murni.”
Para gopī dapat dianggap contoh-contoh bhakti yang spontan dalam hubungan rasa indera-indera tertarik. Para gopī adalah gadis-gadis muda dan Kṛṣṇa adalah seorang pemuda. Secara lahiriah, kelihatannya para gopī tertarik kepada Kṛṣṇa berdasarkan hawa nafsu. Begitu pula, Raja Kaḿsa tertarik kepada Kṛṣṇa karena rasa takut. Kaḿsa selalu takut kepada Kṛṣṇa, sebab sudah diramalkan bahwa Kṛṣṇa, putra adik Kaḿsa, akan membunuh Kaḿsa. Śiṣupāla juga selalu iri kepada Kṛṣṇa. Dinasti keturunan Raja Yadu mempunyai hubungan keluarga dengan Kṛṣṇa. Karena itu, mereka selalu berpikir tentang Kṛṣṇa sebagai salah seorang anggota keluarganya. Segala jenis penyembah tersebut mempunyai rasa tertarik yang spontan kepada Kṛṣṇa, dalam golongan-golongan yang berbeda, dan mereka sama-sama mencapai tujuan hidup yang diinginkan.
Rasa tertarik kepada Kṛṣṇa dalam hati para gopī dan rasa sayang dari para anggota keluarga besar Yadu kedua-duanya diakui sebagai rasa tertarik yang bersifat spontan, atau rāgānugā. Rasa tertarik kepada Kṛṣṇa dengan rasa takut yang ada dalam hati Kaḿsa dan rasa tertarik kepada Kṛṣṇa dengan rasa iri yang ada dalam hati Śiṣupāla tidak diakui sebaga bhakti, sebab sikap-sikap mereka tidak baik. Pelayanan suci hanya dapat dilak-sanakan dengan sikap mental yang baik. Karena itu menurut Śrīla Rūpa Gosvāmī, rasa tertarik seperti Kaḿsa dan Śiṣupāla tersebut tidak diakui sebagai rasa tertarik dalam bhakti. Sekali lagi, Śrīla Rūpa Gosvāmī menganalisis rasa kasih sayang para anggota keluarga besar Yadu. Kalau rasa tertarik tersebut pada tingkat persahabatan, maka rasa itu merupakan bhakti yang spontan, tetapi kalau rasa tertarik tersebut berada pada tingkat prinsip-prinsip aturan, maka rasa itu bukan bhakti yang spontan. Kasih sayang hanya diakui termasuk golongan bhakti yang murni kalau kasih sayang itu mencapai tingkat bhakti yang spontan.
Mungkin orang mengalami kesulitan dalam memahami bahwa para gopī dan Kaḿsa mencapai tujuan yang sama. Karena itu, hal ini harus dipahami dengan jelas, sebab sikap-sikap Kaḿsa dan Śiṣupāla berbeda dari sikap para gopī. Walaupun dalam segala hal ini, titik fokus ialah Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, dan segala penyembah yang bersangkutan diangkat sampai dunia spiritual, namun masih ada perbedaan antara dua golongan roh tersebut. Dalam Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda Satu, dinyatakan bahwa Kebenaran Mutlak adalah satu dan Dia terwujud sebagai Brahman yang impersonal, Paramātmā (Roh Yang Utama) dan Bhagavān (Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa). Di sinilah terdapat perbedaan spiritual. Walaupun Brahman, Paramātmā dan Bhagavān adalah Kebenaran Mutlak yang tunggal dan sama, penyembah seperti Kaḿsa atau Śiṣupāla hanya dapat mencapai cahaya Brahman. Mereka tidak dapat menginsafi Paramātmā atau Bhagavān. Itulah perbedaannya.
Hal tersebut dapat diibaratkan sebagai bola matahari dan sinar matahari: kalau seseorang berada di bawah sinar matahari, itu tidak berarti ia sudah pergi ke bola matahari. Suhu bola matahari berbeda dari suhu sinar matahari. Orang yang sudah terbang melewati sinar matahari dalam pesawat terbang jet atau pesawat antariksa belum tentu pergi ke bola matahari. Walaupun sinar matahari dan bola matahari sebenarnya satu dan sama saja, namun ada perbedaan, sebab yang satu merupakan energi sedangkan yang lain sumber energi. Seperti itu pula Kebenaran Mutlak dan cahaya badan-Nya adalah satu dan berbeda pada waktu yang sama. Kaḿsa dan Śiṣupāla mencapai Kebenaran Mutlak, tetapi mereka tidak diizinkan memasuki tempat tinggal Goloka Vṛndāvana. Orang impersonalis dan para musuh Kṛṣṇa diizinkan memasuki kerajaan-Nya karena mereka tertarik kepada Tuhan, tetapi mereka tidak diizinkan memasuki planet-planet Vaikuṇṭha atau planet Goloka Vṛndāvana milik Tuhan Yang Maha Esa. Memasuki kerajaan dan memasuki istana raja tidak sama artinya.
Śrīla Rūpa Gosvāmī sedang berusaha di sini untuk me-nguraikan berbagai tujuan yang dicapai oleh orang impersonalis dan orang personalis. Pada umumnya, para impersonalis membenci Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa dan mereka hanya diizinkan memasuki Brahman yang impersonal, kalau mereka sudah mencapai kesempurnaan spiritual. Para filosof impersonal sama seperti musuh-musuh Tuhan dalam salah satu arti kata, sebab orang yang sama sekali memusuhi Kṛṣṇa dan orang impersonalis kedua-duanya hanya diizinkan memasuki cahaya brahmajyoti yang impersonal. Karena itu, harus dimengerti bahwa mereka termasuk golongan yang serupa. Sebenarnya, orang impersonalis adalah musuh-musuh Tuhan, sebab mereka tidak tahan melihat kehebatan Tuhan yang tiada taranya. Mereka selalu berusaha menempatkan dirinya sejaiar dengan Tuhan. Itu disebabkan oleh sikap iri hati mereka. Śrī Caitanya Mahāprabhu sudah memaklumkan bahwa orang impersonalis berbuat kesalahan terhadap Tuhan. Akan tetapi, Tuhan sangat murah hati sehingga walaupun mereka musuh-musuh-Nya, mereka diizinkan masuk kerajaan spiritual dan tinggal dalam brahmajyoti yang impersonal, yakni cahaya Yang Mutlak yang tidak mengandung keanekawarnaan.
Kadang-kadang orang impersonalis berangsur-angsur me-ngangkat diri sampai paham personalitas Tuhan. Ini dibenarkan dalam Bhagavad-gītā: “Sesudah dilahirkan dan meninggal berulang kali, orang yang sungguh-sungguh memiliki pengetahuan berserah-diri kepada-Ku.” Melalui penyerahan diri itu, para impersonalis dapat diangkat sampai Vaikuṇṭhaloka (planet spiritual). Di sana, sebagai roh yang sudah berserah-diri, ia mendapat badan yang mempunyai ciri-ciri seperti badan Tuhan.
Dalam Brahmāṇḍa Purāṇa dinyatakan, “Orang yang sudah mencapai pembebasan dari pencemaran material dan para rākṣasa yang dibunuh oleh Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa diserap dalam paham hidup Brahman dan tinggal di angkasa spiritual brahmajyoti.” Angkasa spiritual tersebut berada jauh di luar angkasa material. Dibenarkan pula dalam Bhagavad-gītā bahwa di luar angkasa material ada angkasa lain yang kekal. Para musuh dan orang impersonalis barangkali diizinkan mema-suki cahaya Brahman tersebut, tetapi para penyembah Kṛṣṇa diangkat sampai mencapai planet-planet spiritual. Oleh karena para penyembah-murni sudah mengembangkan bhakti-nya yang spontan terhadap Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, mereka diperkenankan memasuki planet-planet spiritual untuk menikmati kebahagiaan rohani dalam pergaulan dengan Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Śrīmad-Bhdgavatam, Skanda Sepuluh, Bab Delapan Puluh Tujuh, sloka 23, kepribadian Veda memanjatkan doa kepada Tuhan sebagai berikut: “Tuhan yang hamba cintai, para yogī bermeditasi pada bentuk-Mu yang terlokalisir, dan dengan demikian mereka mencapai kesempurnaan spiritual manunggal dalam brahmajyoti yang impersonal. Orang yang memperlakukan Engkau sebagai musuh mencapai kesempurnaan yang sama tanpa bermeditasi. Para gopī, yang dipeluk oleh tangan-Mu yang bentuknya seperti ular dan yang mempunyai sikap-sikap nafsu seperti itu, juga mencapai kesempurnaan yang sama. Tetapi kami, selaku berbagai dewa yang bertugas menguasai berbagai bagian pengetahuan Veda, selalu mengikuti jejak langkah para gopī. Dengan demikian, kami bercita-cita mencapai kesempurnaan yang sama.” Dengan istilah “kesempurnaan yang sama”, kita harus selalu ingat perumpamaan mengenai matahari dan sinar matahari. Orang impersonalis dapat manunggal ke dalam brahmajyoti yang sifatnya seperti matahari, sedangkan orang yang mencintai Personalitas Yang Paling Utama memasuki tempat tinggal Tuhan yang tertinggi, yaitu Goloka Vṛndāvana.

“Sikap nafsu” para gopī bukan berarti sejenis kenikmatan hubungan suami istri. Śrīla Rūpa Gosvāmī menjelaskan bahwa “keinginan nafsu” tersebut menunjukkan sikap pergaulan penyembah tertentu bersama Kṛṣṇa. Setiap penyembah pada tahap kesempurnaannya mempunyai rasa tertarik kepada Tuhan secara spontan. Rasa tertarik itu kadang-kadang disebut “keinginan nafsu” penyembah yang bersangkutan. Nafsu tersebut adalah keinginan yang sangat besar dalam hati penyembah untuk melayani Tuhan dalam peran tertentu. Keinginan tersebut barangkali kelihatannya seperti keinginan untuk menikmati Tuhan, tetapi keinginan itu sesungguhnya usaha melayani Tuhan dalam peran itu. Misalnya, seorang penyembah barangkali bercita-cita bergaul dengan Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa sebagai gembala sapi yang menjadi kawan-Nya. Penyembah tersebut akan ingin melayani Tuhan dengan membantu Dia dalam menggembalakan sapi-sapi di padang rumput. Ini mungkin kelihatannya keinginan untuk menikmati pergaulan Tuhan, tetapi sebenarnya itu adalah bhakti yang spontan, yakni melayani Dia dengan cara membantu Dia dalam menggembalakan sapi-sapi spiritual.

Senin, 24 April 2017

KRISHNA NANDALALA DAN BHONDU


(Istirahatlah sejenak, lepaskan semua kepenatan duniawi, bacalah pelan dan dg kasih rohani kisah ini, selamat puasa ekadasi bagi para vaisnava), hare Krishna:
Sri Nanda kisora adalah keturunan ke-7 dari Sri Nityananda Prabhu, beliau mempunyai seorang abdi dan sekaligus murid yg bernama Bhondu yg ditugaskan untuk mengembalakan sapi-sapi. Bhondu berarti Lugu, polos. Hatinya sederhana spt anak2, dia mudah sekali percaya terhadap apapun yg dikatakan orang pdnya. Setiap pagi dia pergi ke Bhandiravana, hutan ditepi sungai Yamuna untuk mengembalakan sapi – sapi. Seseorang mengatakan padanya bahwa Nandalala, Krishna, putra Nanda Maharaj jg pergi ke Bhandiravana bersama kawan-kawanNya untuk mengembalakan sapi-sapi. Bhondu senang sekali mendengar hal ini, dia berharap bahwa pada suatu hari nanti dia akan bertemu dg Nandalala dan bersahabat dgNya, dia akan menari, menyanyi dan bermain2 dgNya jg dg para penegembala lainnya. Kerinduannya untuk bertemu dg Nandalala semakin meningkat. Dalam perasaan rindu yg mendalam spt itu diapun menangis tersedu-sedu..bagaimana Nandalala bisa mengabaikan tangisan kerinduan dari seorang pemuja yg hatinya lugu dan sederhana spt Bhondu? Nandalala pun merindukan Bhondu shg pada suatu hari Nandalala bersama kawan-kawanNya muncul dihadapan Bhondu sambil mengembalakan sapi-sapi. Selanjutnya Bhondu menjadi kawan yg baik bagi Nandalala. Setiap hari Bhondu membawakan makanan yg enak buat Nandalala dan kawan-kawanNya. Mereka menikmati makanan bersama2. Pd suatu hari, Nandakisora melihat Bhondu membawa makanan yg banyak akan pergi mengembalakan sapi2. “apa yg kau bawa?, Tanya beliau.”saya membawa dala bati (sejenis makanan) untuk Nandalala dan kawan-kawanNya”. ‘dalabati untuk Nandalala?” “ ya guru maharaj, untuk Nandalala”. Nandalala yg mana? Katakana pdku spt apa dia, bagaimana warna badanNya? Dan bagaimana pakaianNya? Bhondu menjelaskan, “ Nandalala, dia pemain seruling, dia datang ke Bhandiravana untuk mengembalakan sapi-sapi. Dia tampan luar biasa, warna badannya biru berkilauan, pakainNya kuning emas, dan pakai kalungan bunga jg di leherNya. Mahkota dg bulu burung merak di kepalaNya, Dia selalu memiliki senyum yg memikat di wajahNya. Oh Guru Maharaj, saya tdk dpt menguraikan spt apa ketampananNya”. Nandakisora serasa tdk percaya terhdp apa yg dikatakan Bhondu, tapi beliau jg tdk punya alasan untuk tdk mempercayai Bhondu krn beliau tahu kalo Bhondu tidak bisa berbohong. Lalu beliau berkata lagi, “baiklah Bhondu, atas permohonanku, undanglah Nandalala beserta kawan-kawanNya untuk pesta dalabati di sini, di Sringaravata, akankah dia mau datang?” “ya guru maharaj, dia pasti datang, mengapa tidak..jawab Bhondu dg yakin. Pada hari berikutnya, ketika Bhondu sedang pergi ke Bhandiravana dia terus membayangkan Nandalal akan menerima undangan gurunya dan mereka akan bahagia…ketika undangan itu disampaikan pd Nandalala, Nandalala menjawab,’ Tidak bhondu, Aku tidak akan datang pd guru maharajmu”. Tidak Nandalala, kau harus datang. Aku telah berjanji pd guruku kau pasti datang,’ kata Bhondu dg wajah cemas.” Tidak, Aku tdk akan datang, apa urusanKU dg Gurumu?” jawab Nandalala. Bhondu yg lugu tdk pernah membayangkan bahwa Nandalala dpt bersikap spt itu. Undangan yg sederhana ditolak, hati Bhondu terasa hancur. Air mata mulai membasahi pipinya. Dia tdk dpt berkata apa2 untuk mengungkapkan perasaannya. Segera dia memisahkan sapi2nya dari sapi2 Nandalala dan mulai pergi meninggalkanNya. Nandalala terkejut. “ apa yg kau lakukan Bhondu? “ aku akan pergi, kalau kau tdk ada urusan dg guru maharajku, maka aku pun tdk ada urusan dgMu”. Sikap Bhondu ini menyedihkan hati Nandalala, bagaimana Dia dpt berpisah dari Bhondu. Baru beberapa langkah Bhondu melangkah, Nandalala berteriak,”tunggu….tunggu Bhondu…., dengar, dengarkanlah dulu…” Bhondu tdk perduli, malah dia bergegas melangkah…Nandalala mengejar Bhondu. Sungguh aneh…Nandalala, Krishna, adalah penguasa Brahma, Vishnu, Siva dan seluruh alam semesta beserta isinya, sedang mengejar Bhondu. Inilah hubungan cinta kasih rohani. Tuhan yg tak tertaklukan (Ajita), ditaklukan oleh kasih rohani penyembahNya. Bahkan beliau rela memohon pada penyembahNya. Dg suara tersendat2 penuh perasaan, Nandalala berkata,”Bhondu, dengarkanlah dulu…kau tdk mengerti akan keadaannKu, Aku…Aku tdk bermaksud menolak undangan guru maharajmu. Sripada Nandakisora adalah Gurumu dan beliau jg begitu baik padaKu, bagaimana Aku tdk menerima undangannya, yg kumaksud adalah Balarama, tdk bisa datang ke Sringaravata, krn tempat itu adalah tempat Radharani. Bagaimana kalo gurumu yg datang ke sini, kita akan pesta di sini saja, kita akan berbahagia semua di sini”. Bhondu menghapus air matanya dan dg wajah bahagia dia berkata,” benar? Baiklah, kalo begitu aku akan mohon pd guru maharajku agar beliau berkenan datang dan kita akan mengadakan pesta disini”. Nandalala berpesan,” ya…tapi katakan padanya agar tdk mengajak siapapun, hanya dia sendiri yg datang ya…”.hari berikutnya Sripada Nandakisora datang ke Bhandiravana dg membawa sajian dalabati yg banyak. Beliau akhirnya bertemu dg Nandalala, Nandalala menerima semua sajian Sripada dg penuh kasih sayang. Tujuan kehidupan Sripada telah terpenuhi. Beliau bukan hanya mendapatkan darsan Krishna Balaram dan kawan-kawanNya, tapi jg beruntung krn dpt melihat mereka bermain-main dan melayani Mereka dalam pesta. Akan tetapi setelah pesta, semuanya menghilang. Sekarang Bhondu telah bersama Nandalala dan para gopa lainnya di dunia rohani. Mereka semua tiba2 muncul dan tiba2 menghilang berulangkali dalam pandangan Sripada. Hal ini membuat Sripada pingsan dalam kebahagiaan rohani. Dalam keadaan spt ini beliau mendengar sabda,” jangan resah…pulanglah dan uraikanlah tempat2 yg berhubungan dg lilaKu”. Untuk melaksanakan perintah ini maka Sripada menulis 2 kitab yg berjudul: Sri Vrindavan Lilamrita dan Sri Rasikalika.
Hare Krsna....
DEWA SHIVA MENGUNJUNGI KRISHNA BAYI DI VRINDAWAN.
Saat dewa shiva melakukan meditasi, dalam meditasi beliau dewa shiva melihat kalau tuhan sri Krishna muncul di tanah vraja,di rumah nanda maharaja. pada hari kedua belas setelah kelahiran Tuhan Krishna, dewa Shiva memutuskan untuk pergi ke Gokul untuk melihat Krishna.
Parvati menyatakan kalau dia juga ingin pergi bersama dewa shiva. Tetapi deva shiva mengatakan untuk anda ini perjalanan yang sangat jauh. Terus Parvati berkata : Aku telah mendengar bahwa mentega dari Gokul sangat enak, saat anda nanti pulang dapatkah anda membawakan sedikit buat saya, dewa shiva pun menyetujui dan akhirnya berangkat. Dan dewa Siva pun tiba di Gokul.Tuhan sri-krishna bertindak sebagai bayi, melakukan lilanya di pangkuan Ibu Yasoda. Mengetahui bahwa Nanda Maharaja adalah sangat murah hati memberikan derma untuk menyenangkan para Brahmana, dewa Siva memutuskan untuk mengubah dirinya menjadi seorang Brahmana terus pergi ke Gokul untuk melihat Tuhan sri=Krsna.
Tapi begitu ia menyentuh debu tanah Vraja, sebelum memasuki Gokul, ia berpikir dan menyadari bahwa ia tidak harus mengubah wujudnya. Dewa shiva berpikir, “Tuhan tahu siapa saya, karena itu saya harus pergi dengan wujud saya yang asli.” Ini adalah sifat mulia dari debu tanah Vraja- menganugrahi keinsyapan rohani yg sempurna bagi para penyembahnya.bentuk asli dewa Siva memiliki tiga mata,rambut kusut. Dia memakai kulit harimau, kalung ular, sabuk kalajengking, dan abu kuburan dioleskan ke seluruh tubuhnya.
Menunjukkan bentuk beliau yg menakutkan ini, ia memasuki Gokul, dan menuju ke rumah Ibu Yasoda, dan mengetuk pintu, dewa shiva berkata; “Bhikhsham De Hi” Ibu Yasoda menjawab orang yg ada di pintu, karena dalam kebahagiaan rohani bersama sri Krishna,ibu yashoda tidak mengenali bahwa yg mengunjunginya adalah dewa shiva. Ibu Yasoda, sangat murah hati kepada orang-orang suci yang mengunjunginya dengan mengatakan, ‘’ tunggu sebentar di luar .saya akan datang untuk membawakan hadiah.”
Tuhan Siva menjawab, “Tidak, tidak, saya tidak ingin hadiah apapun. Saya datang ke sini untuk melihat anak Anda.” Setelah mendengar permintaan pengunjung itu, Ibu Yasoda menjawab, “Tidak, itu tidak mungkin bagi Anda untuk melihat anak saya. Apa pun yang Anda inginkan, Anda mungkin telah memilikinya . Saya melihat Anda lapar dan membutuhkan pakaian. Harap tunggu sebentar,saya akan membawakan Anda prasada dan pakaian bagus dan bersih. Silahkan ambil dan pergilah.”
Dewa Siva menjawab, “Tidak, tidak, saya memiliki segalanya. Istri saya adalah Annapurna (nama lain dari Parvati), yang telah saya tinggalkan untuk datang kesini melihat anak Anda. Perkenankan saya untuk melihat anak Anda, mungkin hanya sekali saja.” Mendengar permohonan Lord Siva, Ibu Yasoda kemudian berkata, “Ambillah apa yang saya berikan dan pergilah sebelum ular dan kalajengking di badan anda jatuh di sini. Harap mengerti bahwa bayi saya yang masih kecil dan akan takut dengan gaun Anda, jadi silakan pergi.”
Mengetahui bagaimana keras kepala ibu Yasoda, Tuhan Siva berkata, “Aku tidak akan pergi sampai aku di ijinkan untuk melihat anak Anda.” Ibu Yasoda kemudian berkata, “Anda bisa duduk di sini selama yang Anda inginkan, tetapi Anda tidak akan melihat anak saya.” Dewa Siva menjawab, “Saya akan duduk di sini selama sepuluh ribu tahun. Suatu hari, ketika anak Anda tumbuh dan tidak lagi di bawah kendali Anda, maka saya akan dapat melihat anak anda.”
Ibu Yasoda kemudian berkata, “O Babaji, jika Anda duduk di sini selama sepuluh ribu tahun, saya akan menutup gerbang ini selama dua puluh ribu tahun. saya akan membuka gerbang yang beda,melalui gerbang itulah anak saya akan keluar untuk bermain.jangan mencoba mengubah pendirian saya. Anak saya yang manis adalah hidup saya.”
Sementara itu, Krsna, berbaring di tempat tidur, menyadari apa yang sedang terjadi di luar pintu. Dia ingin kedua penyembahNya beradu argumen karena Dia, sri krishna ingin membuktikan kepada semua orang bahwa penyembah yg berada dalam mood cinta kasih orangtua lebih tinggi dengan pelayanan dalam mood sebagai seorang dasya ( mood pelayan )
Dewa shiva adalah penyembah agung dari Tuhan dalam mood dasya, dan Ibu Yasoda adalah penyembah murni dalam mood vatsalya rasa ( cinta kasih orangtua.) Keduanya memiliki cinta kasih yang murni kepada sri krishna, tapi mood cinta kasih orangtua adalah hubungan yang lebih dekat dan intim daripada dalam mood dasya ( mood sebagai pelayan ). Oleh karena itu, dewa Siva mengalah kepada Ibu Yasoda dalam perang argumentasi ini.
Setelah dikalahkan oleh Yasoda, dewa Siva berpikir, “O Krsna! Anda adalah Tuhan alam semesta yang bersembunyi di rumah wanita gembala sapi ini. Ini semua adalah kehendak Anda, dan jika anda tidak berkehendak melihat saya, apa yang bisa saya lakukan?” Berpikir dalam kerendahan hati seperti ini,Dewa Siva berkata kepada Ibu Yasoda, “O ibu, Anda sendiri akan segera memanggil saya untuk melihat anak Anda.”
Mendengar hal ini, Ibu Yasoda menjawab, “ anda pergilah . saya tidak akan menghubungi Anda. Anda dapat mengambil apa pun yang Anda inginkan, tapi jangan memohon kepada saya lagi untuk melihat anak saya.” Dewa Siva kemudian meninggalkan rumah Yasoda ini, dengan perasaan yang murung. Dia akhirnya sampai di tepi sungai Yamuna, duduk, dan mulai merenungkan bagaimana skenario Krsna dalam bertindak dalam lilanya.
Sri - Krsna, yang mengetahui bahwa Dewa Siva, pemuja terbaiknya, meninggalkan rumah dengan rasa kecewa, sri Krishna pun mulai menangis, dan tidak ada yang bisa menghentikan Nya. Semua gopa dan Gopis mencoba untuk menghentikan tangisan sri-Krsna, tapi upaya mereka sia-sia. Dia terus menangis dengan keras. Kemudian, seorang Gopi yg bernama Lalita mendekati Ibu Yasoda dan bertanya apakah ada yang meninggalkan rumah dengan rasa kecewa dan tidak berpuas hati.
Ibu Yasoda berpikir sejenak dan berkata, “Ya, seorang pengemis datang kesini dengan ular melilit di lehernya ingin melihat anak saya. Saya ingin memberikan apapun yang dia inginkan, tapi dia bersikeras bahwa ia hanya ingin melihat anak saya. ia tidak mau mengambil apa-apa dan pergi dengan rasa tidak berpuas hati.” Lalita kemudian berkata, “Seorang Sadhu seharusnya tidak pernah meninggalkan rumah seseorang dengan perasaan tidak terpuaskan/ kecewa. Apapun yang ia inginkan, ia seharusnya diberikan. . Ini adalah kutukan yang menimpa bayi Anda dan kita semua. Oleh karena itu, kita harus memanggil Sadhu itu.”
Ibu Yasoda kemudian menggambarkan penampilan Sadhu itu kepada Lalita. Lalita kemudian meninggalkan tempat itu dan mencari Sadhu itu, menemukannya, dan membawa dia kembali ke rumah.Ibu Yasoda menyerahkan sri Krsna yg masih bayi yang sedang menangis kepada dewa Siva.
Begitu dewa Siva menerima Krsna, sri Krishna yg masih bayi segera berhenti menangis, membuka mata-Nya, dan melihat pemuja murni-Nya, yaitu dewa Siva.
Dewa Siva, setelah mengambil Krsna membawa di pangkuannya, menjadi terserap dalam lautan kebahagiaan rohani. Dewa shiva berkata, “ Wahai Tuhan alam semesta,tuhan dari segala sesuatu , O pengendali yang agung,adalah suatu hal yang sangat sulit untuk memastikan tentang semua kegiatan rohani anda selanjutnya. Tak dapat dibayangkan bahwa Tuhan yang tidak dapat dilihat oleh orang dengan bermeditasi selama ribuan tahun, kini bertindak sebagai anak kecil dari seorang wanita gembala sapi! Hanya anda yang tahu keinginan Anda. Tidak ada seorangpun yang bisa mengerti. Ya Tuhanku , saya hanya bisa menghaturkan segala penghormatan kepada anda.” Setelah mengatakan ini, Tuhan Siva mengambil kaki kecil Tuhan sri krishna, menyentuhkan di kepalanya, ,kemudian melantunkan Gopala Sahasra Nama Stotra, “seribu nama-nama suci Tuhan.” Dia kemudian mengulangi nama-nama yang sama untuk Parvati ketika ia kembali ke rumah.
Setelah melihat ini, Ibu Yasoda mengatakan, “Baba, lihat2lah ular2 Anda. Anak saya masih sangat kecil.”Mendengar hal ini, Dewa Siva menyadari keunggulan pengabdian bhakti Ibu Yasoda dan mengerti mengapa Krsna muncul sebagai anaknya. Jika seseorang menjadi bhakta yang murni dari Krsna, maka Krsna akan terwujud kepadanya.
Yashoda mengatakan Anda tidak bisa pergi dengan tangan kosong, silahkan mengambil beberapa mentega.
Dewa Shiva kemudian ingat bahwa ia harus membawakan oleh-oleh beberapa mentega untuk Parvati. Jadi ia mengambil beberapa mentega untuk di bawa ke Kailash.dalam perjalanan ke Kailash, Dewa Shiva terus memikirkan Krishna, dan seperti kehilangan ingatan beliau terserap dlm rasa bahagia tidak menyadari bahwa ia sedang makan mentega. Dan ketika sampai di Kailash, semua mentega telah habis. Ketika Dewa Siwa sampai di Kailash, ia mengatakan kepada Parvati semua tentang Krishna dan betapa indahnya sri krishna.
Parvati berkata bahwa apa yang disampaikan sangat bagus dan menarik tapi bagaimana dengan mentega yang saya minta. Dewa Siwa, tidak menyadari bahwa mentega telah habis, memberikan Parvati tempatnya yang sudah kosong. Parvarti berkata wah ini tempat yg sudah kosong. Shiva menjawab bahwa tempat itu tadinya penuh mentega tapi saya tidak menyadari bahwa saya makan semua mentega itu. Parvati berkata, karena Anda tidak membawa prasadam buat saya,maka tidak ada orang yang akan makan prasadam Anda.
ADAPUN AJARAN MORAL YANG DI SAMPAIKAN DALAM KISAH DI ATAS ADALAH; 
1. ingatlah membeli sesuatu apa yang di minta oleh istri saat istri menyuruh kita pergi ke pasar atau ke mall untuk membeli sesuatu.!!! He he he!
2. mempunyai keinginan yang kuat untuk mendapatkan dharsan dari Krishna, seperti halnya dewa shiva.
3.kita mesti melayani sadhu dengan baik dan berhati-hati jangan sampai kita melakukan kesalahan kepadanya.
 
4.tidak makan dewa shiva prasadam!( secara tradisional tidak orang yang menerima prasadam dari dewa shiva mandir,except saddu’s )

OM NAMAH SHIVA YA..!! JAYA SRILA PRABHUPADA..!!!

Jumat, 17 Maret 2017

 Para Dewa
 Hendaknya orang jangan mengalpakan kewajiban untuk menghormati para dewa sebagaimana mestinya. Mungkin se-seorang bukan penyembah dewa, tetapi itu tidak berarti dia harus menunjukkan sikap kurang hormat kepada para dewa. Misalnya, seorang Vaiṣṇava bukan penyembah Dewa Śiva atau Dewa Brahmā, tetapi ia wajib memberi segala hormat kepada dewa-dewa yang mulia tersebut. Menurut filsafat Vaiṣṇava, semut pun harus dihormati, apalagi kepribadian-kepribadian mulia seperti Dewa Śiva dan Dewa Brahmā.

Dalam Padma Purāṇa dinyatakan, “Kṛṣṇa, atau Hari, adalah penguasa semua dewa. Karena itu, Kṛṣṇa selalu patut dipuja. Tetapi ini tidak berarti seseorang harus tidak menghormati para dewa.”

 Cara Menarik Perhatian Kṛṣṇa
Śrī Rūpa Gosvāmī telah menyatakan bahwa bhakti juga menarik hati Kṛṣṇa. Kṛṣṇa menarik hati semua orang, tetapi pelayanan bhakti menarik hati Kṛṣṇa. Lambang pelayanan bhakti tertinggi ialah Rādhārāṇī. Kṛṣṇa disebut Madana-mohana, yang berarti Dia sangat menarik hati sehingga daya tarik beribu-ribu Dewa asmara dapat dikalahkan oleh-Nya. Tetapi Rādhārāṇī lebih menarik hati lagi, sebab Rādhārāṇī juga mampu menarik hati Kṛṣṇa. Karena itu, para penyembah menjuluki Rādhārāṇī dengan nama Madana-mohana-mohinī—yang menarik hati Dia yang menarik hati Dewa Asmara.
Melakukan pelayanan bhakti berarti mengikuti jejak langkah Rādhārāṇī dan para penyembah di Vrndāvana yang menempatkan diri di bawah bimbingan Rādhārāṇī untuk mencapai kesempurnaan dalam pelayanan bhakti-nya. Dengan kata lain, pelayanan bhakti bukanlah aktivitas dunia material. Pelayanan bhakti langsung berada di bawah pengendalian Rādhārāṇī. Dalam Bhagavad-gītā dibenarkan bahwa para mahātmā, atau insan-insan yang mulia, berada di bawah perlindungan daivī prakti, energi internal—yaitu Rādhārāṇī. Jadi, oleh karena pelayanan bhakti berada langsung di bawah pengendalian energi internal Kṛṣṇa, maka pelayanan bhakti juga menarik hati Kṛṣṇa Sendiri.

Kenyataan ini dibenarkan oleh Kṛṣṇa dalam Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda Sebelas, Bab Empatbelas, sloka 20. Dalam sloka tersebut, Kṛṣṇa bersabda, “Uddhava yang baik hati, ketahuilah dari-Ku bahwa rasa tertarik dalam hati-Ku terhadap pelayanan bhakti yang dipersembahkan oleh para penyembah-Ku tidak dapat dicapai bahkan melalui pelaksanaan yoga mistik, spekulasi filosofi, kurban suci ritual, pelajaran Vedānta, pelaksanaan pertapaan yang keras maupun dengan cara menyumbangkan segala sesuatu sebagai derma. Kegiatan tersebut tentu saja kegiatan yang baik sekali, namun kurang menarik hati-Ku dibandingkan dengan pelayanan bhakti yang dipersembahkan oleh para penyembah-Ku.”
Nārada menguraikan bagaimana Kṛṣṇa tertarik oleh bhakti para penyembah-Nya dalam Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda Tujuh, Bab Sepuluh, sloka 48 dan 49. Dalam sloka-sloka tersebut, Nārada berbicara kepada Mahārāja Yudhiṣṭhira pada waktu Sang Raja sedang menghargai kemuliaan watak Prahlāda Mahārāja. Seorang penyembah selalu menghargai kegiatan penyembah lainnya. Yudhiṣṭhira Mahārāja sedang menghargai sifat-sifat Prahlāda, dan itulah salah satu ciri penyembah-murni. Seorang penyembah-murni tidak pernah menganggap dirinya hebat; ia selalu berpikir penyembah lain lebih darinya. Mahārāja Yudhiṣṭhira sedang berpikir sebagai berikut: “Prahlāda Mahārāja sungguh-sungguh penyembah Tuhan, sedangkan saya remeh sekali.” Sambil ia berpikir seperti itu, Nārada menyapa kepadanya sebagai berikut: “Baginda Mahārāja Yudhiṣṭhira yang saya hormati, Baginda dan saudara-saudara Baginda (Pāṇava Lima) satu-satunya orang yang beruntung di dunia ini. Per-sonalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa sudah muncul di dunia ini dan sedang menampakkan Diri di hadapan Baginda seperti manusia biasa. Dia seperti manusia biasa. Dia selalu bersama Baginda dalam segala keadaan. Dia hidup bersama Baginda dan menutupi Diri-Nya dari pandangan mata orang lain. Orang lain tidak dapat mengerti bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Dia masih tinggal bersama Baginda sebagai misan, kawan, bahkan sebagai duta Baginda. karena itu Baginda harus me-ngetahui bahwa tiada orang pun yang lebih beruntung daripada Baginda di dunia ini.”

Dalam Bhagavad-gītā ketika Kṛṣṇa muncul dalam bentuk semesta-Nya, Arjuna berdoa, “Kṛṣṇa yang hamba hormati, tadinya hamba menganggap Engkau saudara misan hamba, sehingga hamba kurang menghormati-Mu dengan berbagai cara, dengan memanggil Engkau ‘Kṛṣṇa’ atau ‘kawan’. Tetapi Engkau begitu agung sehingga hamba tidak dapat mengerti.” Demi-kianlah kedudukan Pāṇava Lima meskipun Kṛṣṇa adalah Per-sonalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, Yang Mahabesar di atas segala tokoh besar, Dia tetap tinggal bersama lima saudara kerajaan tersebut, karena tertarik oleh bhakti mereka, per-sahabatan serta cinta kasih bhakti mereka. Demikianlah bukti betapa mulianya proses pelayanan bhakti ini. Pelayanan bhakti bahkan dapat menarik hati Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa sekalipun. Tuhan Mahabesar, tetapi pelayanan bhakti lebih besar daripada Tuhan karena bhakti menarik hati Tuhan Orang yang tidak berada dalam jalan bhakti tidak pernah dapat mengerti betapa tingginya nilai pelaksanaan pelayanan kepada Tuhan.

Kamis, 16 Maret 2017

Kebahagiaan dalam Kesadaran Kṛṣṇa
Śrīla Rūpa Gosvāmī sudah menganalisis berbagai sumber kebahagiaan. Beliau membagi kebahagiaan menjadi tiga golongan, yaitu: (1) kebahagiaan yang diperoleh dari kenikmatan material, (2) kebahagiaan yang diperoleh dengan cara mempersamakan diri dengan Brahman Yang Paling Utama, dan (3) kebahagiaan yang diperoleh dari kesadaran Kṛṣṇa.
Dalam tantra-ṣāstra Dewa Śiva berkata kepada istrinya, Satī, sebagai berikut: “Istriku yang baik hati, orang yang sudah berserah-diri pada kaki-padma Govinda dan sudah mengembangkan kesadaran Kṛṣṇa yang murni dapat dianugerahi segala kesempurnaan yang diinginkan oleh orang impersonalis de-ngan mudah sekali. Ia juga dapat menikmati kebahagiaan yang dicapai oleh para penyembah-murni, yang lebih tinggi daripada semua kesempurnaan tersebut.”
Kebahagiaan yang diperoleh dari bhakti yang murni adalah kebahagiaan tertinggi, karena kebahagiaan itu bersifat kekal. Kebahagiaan yang diperoleh seseorang dari kesempurnaan material atau pemahaman bahwa dirinya adalah Brahman adalah lebih rendah karena kebahagiaan itu bersifat sementara. Tidak ada jaminan bahwa seseorang tidak akan jatuh dari keadaan kebahagiaan material. Kemungkinan besar seseorang akan jatuh dari kebahagiaan rohani yang diperoleh dari mempersamakan diri dengan Brahman yang impersonal sekalipun.
Sudah dilihat bahwa para sannyāsī Māyāvādī (orang impersonalis) yang hebat sekali—sudah terdidik sampai tingkat yang tinggi sekali dan sudah hampir insaf-diri—kadangkala mulai melakukan kegiatan politik atau kegiatan sosial. Ini karena mereka tidak memeroleh kebahagiaan tertinggi apa pun dari paham impersonal sehingga mereka terpaksa turun ke tingkat material dan mulai melakukan kegiatan material tersebut. Ada banyak contoh para sannyāsī Māyāvādī yang kembali turun ke tingkat material, khususnya di India. Tetapi orang yang sadar-Kṛṣṇa sepenuhnya tidak akan pernah kembali lagi ke tingkat material mana pun. Walaupun kegiatan kesejahteraan material sangat memikat dan menarik hati, orang yang sadar-Kṛṣṇa selalu mengetahui bahwa kegiatan itu sama sekali tidak dapat disejajarkan dengan kegiatan kesadaran Kṛṣṇa.
Ada delapan jenis kesaktian yang dicapai oleh para yogī yang benar-benar sukses. Aṇimā-siddhi berarti kesaktian yang memungkinkan seseorang menjadi kecil sekali sehingga dapat masuk ke dalam batu. Kemajuan ilmiah modern juga memungkinkan kita masuk ke dalam batu, sebab kemajuan itu memungkinkan kita menggali terowongan, menembus bukit-bukit, dan sebagainya. Jadi, aṇimā-siddhi, kesaktian yang menyangkut usaha masuk ke dalam batu, juga sudah dicapai oleh ilmu pengetahuan material. Seperti itu pula, semua yoga-siddhi, atau berbagai kesaktian, adalah ilmu yang bersifat material. Misalnya, salah satu yoga-siddhi memungkinkan dicapainya kekuatan untuk menjadi ringan sekali hingga seseorang dapat melayang di udara atau mengapung di atas permukaan air. Itu juga sedang dilakukan oleh para ilmuwan modern. Mereka terbang di udara, mereka mengapung di atas permukaan air, dan mereka menyelam dan berjalan di dalam air. Sesudah kita membandingkan semua yoga-siddhi mistik tersebut dengan berbagai kesaktian material, ditemukan bahwa para ilmuwan material berusaha untuk mencapai kesaktian yang sama. Jadi, sebenarnya tidak ada perbedaan antara kesaktian mistik dan kesaktian material. Seorang sarjana dari Jerman pernah mengatakan bahwa semua kesaktian yoga sudah dicapai oleh para ilmuwan modern, dan karena itu dia tidak memedulikan kesaktian-kesaktian itu. Sarjana itu mengambil kebijaksanaan yang cerdas: dia berangkat ke India untuk memelajari tentang hubungannya yang kekal dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui bhakti-yoga, atau pelayanan bhakti. Tentu saja dalam golongan-golongan kesaktian batin ada proses-proses tertentu yang belum dikembangkan oleh para ilmuwan material. Misalnya, seorang yogī ahli mistik dapat memasuki Planet Matahari hanya dengan memanfaatkan sinar matahari. Kesaktian ini disebut laghimā. Begitu pula seorang yogī dapat menyentuh bulan dengan jarinya. Walaupun para antariksawan modern pergi ke bulan dengan bantuan pesawat antariksa, mereka mengalami banyak kesulitan, sedangkan orang yang memiliki kekuatan mistik dapat mengulurkan tangannya dan menyentuh bulan dengan jarinya. Siddhi ini disebut prāpti, atau cara untuk memeroleh berbagai benda. Seorang yogī yang sempurna dalam ilmu mistik tidak hanya dapat menyentuh bulan dengan menggunakan prāpti-siddhi tersebut. Tetapi dia juga dapat mengulurkan tangannya di mana-mana dan mengambil segala sesuatu yang diingi-kannya. barangkali dia sedang duduk beribu-ribu kilometer dari suatu tempat, dan jika dia menginginkan, dia dapat mengambil buah dari kebun di tempat yang jauh itu. Inilah yang disebut prāpti-siddhi.
Para ilmuwan modern sudah menciptakan senjata-senjata nuklir yang memungkinkan mereka menghancurkan sebagian kecil dari planet ini. Tetapi yoga-siddhi yang bernama īṣitā memungkinkan seseorang menciptakan dan menghancurkan sebuah planet atas kehendak sendiri. Kesaktian yang lain lagi disebut vaṣitā. Kesaktian ini memungkinkan seseorang mengendalikan semua orang lain. Ini merupakan sejenis hipnotis yang hampir tidak dapat dilawan. Kadangkala dilihat bahwa seorang yogī yang sudah mencapai sedikit kesempurnaan dalam kesaktian vaṣitā ini terjun di tengah masyarakat dan membicarakan segala sesuatu yang bukan-bukan, mengendalikan pikiran orang, memeras energi mereka, mengambil uang mereka, kemudian kabur.
Ada kesaktian mistik lain lagi, yang disebut prākāmya (ilmu sihir). Melalui kesaktian prākāmya seseorang dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Misalnya, ia dapat membuat air masuk ke dalam matanya kemudian sekali lagi keluar dari mata. Ia dapat melakukan kegiatan yang ajaib seperti itu hanya atas kehendak sendiri.
Kesempurnaan tertinggi kekuatan mistik disebut kāmāvasāyitā Ini juga merupakan ilmu mistik. Kekuatan prākāmya bertindak untuk menciptakan efek-efek yang ajaib di dalam lingkungan alam, sedangkan kekuatan kāmāvasāyitā memungkinkan seseorang melanggar hukum-hukum alam—dengan kata lain, ia dapat melakukan sesuatu hal yang mustahil. Tentu saja, seseorang dapat memeroleh kesenangan sementara yang besar sekali dengan mencapai kesaktian yoga yang bersifat material seperti itu.
Orang bodoh yang terpikat karena gemilangnya kemajuan material berpikir bahwa perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa dimaksudkan bagi orang yang kurang cerdas. “Saya lebih baik sibuk dengan kesenangan material—memelihara rumah yang bagus, keluarga dan hubungan suami istri.” Orang ini tidak mengetahui bahwa pada setiap saat mereka dapat ditendang keluar dari keadaan materialnya. Akibat kebodohan, mereka tidak mengetahui bahwa kehidupan yang sejati bersifat kekal. Kesenangan badan yang bersifat sementara bukanlah tujuan hidup, dan hanya karena kebodohan yang paling gelap saja hati orang terpikat dengan kemajuan kesenangan material yang berkedip-kedip. Karena itu, Śrīla Bhaktivinoda Ṭhākura menyatakan bahwa kemajuan pengetahuan material menyebabkan orang menjadi semakin bodoh, sebab kemajuaan itu menyebabkan orang melupakan identitasnya yang sejati hanya karena cahaya kecil yang dihasilkan dari pengetahuan itu. Keadaan ini menyebabkan ia terkutuk, sebab kehidupan manusia ini di-maksudkan untuk keluar dari pengaruh material. Oleh karena kemajuan pengetahuan material, orang semakin terikat dalam kehidupan material. Mereka tidak mempunyai harapan untuk dibebaskan dari kemalangan ini.
Dalam Hari-bhakti-sudhodaya dinyatakan bahwa Prahlāda Mahārāja, seorang penyembah-agung Tuhan, berdoa kepada Nsiḿhadeva (inkarnasi Tuhan dalam bentuk setengah singa, setengah manusia) sebagai berikut: “Tuhan yang hamba muliakan, hamba berdoa berulang kali kepada kaki-padma-Mu kiranya hamba dapat lebih kuat dalam pelayanan bhakti. Hamba hanya berdoa agar hamba lebih kuat dan mantap dalam kesadaran Kṛṣṇa sebab kebahagiaan yang diperoleh dari kesadaran Kṛṣṇa dan pelayanan bhakti begitu kuat sehingga kalau seseorang sudah memilikinya, ia dapat memeroleh segala kesempurnaan lainnya dari kegiatan keagamaan, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan bahkan tercapainya pembebasan dari kehidupan material sekalipun.”
Sebenarnya, seorang penyembah-murni tidak bercita-cita mencapai kesempurnaan seperti ini sebab kebahagiaan yang diperoleh dari pelayanan bhakti dalam kesadaran Kṛṣṇa sangat suci dan tiada berbatas sehingga tiada kebahagian lain lagi yang dapat dibandingkan dengannya. Dinyatakan bahwa setetes pun kebahagian dalam kesadaran Kṛṣṇa jauh lebih tinggi sehingga tidak dapat dibandingkan dengan lautan kebahagiaan yang diperoleh dari kegiatan lain. Karena itu, siapa pun yang sudah mengembangkan bhakti yang murni bahkan baru pada tingkat yang kecil sekalipun ia dengan mudah sekali dapat menendang keluar segala jenis kebahagiaan lainnya yang diperoleh dari kegiatan keagamaan, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan pembebasan.
Ada seorang penyembah-agung Śrī Caitanya yang bernama Kholāvecā Śrīdhara. Kholāvecā Śrīdhara miskin sekali. Kholāvecā mempunyai usaha kecil menjual cangkir terbuat dari daun pisang, dan pendapatannya hampir tidak ada. Namun, ia me-ngeluarkan limapuluh persen dari pendapatannya yang kecil itu untuk memuja sungai Gangga, dan entah bagaimana dia hidup dengan limapuluh persen sisanya. Śrī Caitanya suatu kali pernah mengungkapkan Diri-Nya kepada penyembah yang dekat ini, dan menawarkan kepadanya kemewahan apa pun yang diingin-kannya. Tetapi Śrīdhara memberitahu Śrī Caitanya bahwa dirinya tidak menginginkan kehebataan material apa pun. Ia sudah bahagia dalam kedudukannya yang sekarang karena ia ingin mencapai keyakinan dan pelayanan kepada kaki-padma Śrī Caitanya dan tidak pernah menyimpang dari hal itu. Itulah kedudukan para penyembah-murni. Kalau mereka tekun duapuluh empat jam setiap hari dalam pelayanan bhakti, mereka tidak menginginkan sesuatu yang lain. Kebahagiaan pembebasan atau manunggal dengan Yang Mahakuasa pun tidak mereka iinginkan.

Dalam Nārada-pañcarātra juga dinyatakan bahwa siapa pun yang sudah mengembangkan bhakti bahkan pada tingkat yang kecil sekalipun tidak memedulikan jenis kebahagiaan apa pun yang diperoleh dari kegiatan dharma, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera maupun lima jenis pembebasan. Jenis kebahagiaan apa pun yang diperoleh dari kegiatan dharma, perkembangan ekonomi, pembebasan, maupun kepuasan indera-indera tidak berani masuk ke dalam hati seorang penyembah-murni. Dinyatakan bahwa seperti halnya para pelayan pribadi dan pembantu seorang ratu mengikuti Sang ratu dengan segala hormat dan sembah sujud, begitu pula kebahagiaan dari kegiatan dharma, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan pembebasan mengikuti bhakti kepada Tuhan. Dengan kata lain, seorang penyembah-murni tidak kekurangan segala jenis kebahagiaan yang diperoleh dari sumber lain. Ia tidak menginginkan sesuatu selain pelayanan kepada Kṛṣṇa, tetapi seandainya ia mempunyai keinginan lain lagi, Tuhan Śrī Kṛṣṇa memenuhi keinginan ini tanpa Sang penyembah memintanya.

Jumat, 10 Maret 2017

BAGAIMANAKAH SIWA MEMBINGUNGKAN ORANG2 JAMAN KALI
Dewa Siva sebagai Sankaracarya.

Kenyataannya, Sivaji adalah pemuja agung nan intim Personal Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa sri krishna, beliau muncul sebagai Sankarcarya atas permintaan Tuhan Sri Krishna sendiri guna mempercepat pengaruh buruk dan kehancuran Kali-yuga. Dalam Siva Purana Tuhan Yang Maha Esa bersabda kepada Dewa Siva: “Pada jaman Kali sesatkanlah masyarakat umum dengan menghadirkan makna-khayal (mayavada) dari Veda untuk membingungkan mereka dan buat agar mereka enggan pada-Ku serta ketagihan kegiatan-kegiatan karma-kanda (kenikmatan indera) dan jnana-kanda, (pembebasan dalam jalan pengetahuan / filsafat.)”

Hal ini juga dibenarkan dalam Padma Purana (Uttarakanda 62.31):
svagamaih kalpilais tvam ca janan madvimukhan kuru, mam ca gopaya yana sayat srstir esottarottara
“Buatlah rakyat umum enggan kepada-Ku dengan bayang tafsiranmu sendiri terhadap Veda, yaitu mayavada. Juga tutupi Diri-Ku dengan cara sedemikian rupa agar orang-orang lebih tertarik kepada kemajuan peradaban material yang hanya mengembangkan penduduk yang kekurangan pengetahuan rohani.”

Hal ini lebih jauh dijelaskan sendiri oleh Dewa Siva kepada istri beliau, Parvati, di dalam Padma Purana (Uttarakanda 25.7).
"mayavadam asac-chastram pracchannam bauddham ucyate
mayaiva kalpitam devi kalau brahmana-rupina"
“Filsafat Mayavada ini adalah sastra-palsu (asac-chastra), serupa dengan filsafat (kekosongan) Buddha. Oh dewi, di jaman Kali, dalam badan seorang brahmana (Sankara-Red.) aku akan muncul mengajarkan filsafat khayal mayavada dan menguraikan Weda secara atheis.”
"brahmanas caparam rupam nirgunam vaksyate maya
sarvasvam jagato ‘pi asya-mohanartham kalau yuge
vedanta tu maha-sastre mayavadam avaidikam
mayaiva vaksyate devi jagatam nasa-karanat"
“Untuk menipu para atheis, kepada mereka aku uraikan Personal Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa sebagai tanpa sifat (nirgunam). Begitu juga dalam menjelaskan Vedanta Aku menguraikan fisafat mayavada yang sama ini untuk menyesatkan seluruh penduduk agar menjadi atheis yang menyangkal wujud Tuhan yang personal.”
"srnu devi pravaksyami tamasani yathakramam
yesam sravana-matrena patityam jnaninam api
apartham sruti-vakyanam darsayat loka-garhitam
karma svarupa-tyajatam atra ca pratipadyate
sarva karma paribhramsan naiskarmyam tatra cocyate
paratma-jivayor aikyam mayatra pratipadyate"
“Istriku tercinta, dengarlah penjelasanku, bagaimana telah-kusebarkan ajaran kebodohan ini melalui filsafat mayavada. Hanya dengan mendengarnya saja, bahkan para sarjana Veda yang sudah maju sekali pun akan jatuh. Filsafat ini, tentu saja akan sangat mencelakakan masyarakat umum, aku sudah menyimpangkan makna yang sesungguhnya dari Veda dan menganjurkan agar orang-orang meninggalkan kegiatan (mono-bratha) supaya tercapai pembebasan dari hukum karma, dan aku juga sudah menguraikan bagaimana jivatma (roh individual) dan paramatma (Tuhan) sebagai tunggal dan sama (Caitanya C, Adi 7.110)
Sri Caitanya Mahaprabhu memperingatkan kita:
"jivera nistara lagi sutra kaila vyasa
mayavadi-bhasya sunile haya sarva-nasa"
"Srila Vyasadeva mengetengahkan filsafat Vedanta guna membebaskan para jiva yang terikat, akan tetapi jika seseorang mendengar komentar mayavada dari Sankaracarya, Saririka-bhasya, maka kehidupan rohaninya akan ternoda dan hancur.” (Cc. Madhya 6.69). Svarupa Damodara Gosvami juga menyatakan hal yang sama:


“Siapa pun yang bersemangat memahami filsafat atheis ini, ia harus dianggap tidak waras (orang edan).” (Cc, Antya 2.94-99).

Jumat, 03 Maret 2017

Ciri-Ciri Bhakti Yang Murni

Dalam Śrīmad-Bhāgavatam, Skanda Tiga, Bab Duapuluh Sembilan, sloka 12 dan 13, Śrīla Kapiladeva yang sedang memberikan pelajaran kepada ibu-Nya, telah menyatakan ciri-ciri bhakti yang murni sebagai berikut: “Ibunda yang baik hati, para penyembah-Ku yang murni sama sekali tidak menginginkan keuntungan material maupun spekulasi filosofi menjadikan pikirannya begitu tekun dalam pelayanan kepada-Ku sehingga mereka tidak pernah berminat meminta sesuatu apa pun dari-Ku kecuali kesempatan untuk menekuni pelayanan tersebut. Kesempatan menetap di tempat tinggal-Ku bersama-Ku pun tidak mereka minta.”
Ada lima jenis pembebasan, yaitu, manunggal dengan Tuhan, tinggal bersama Tuhan Yang Maha Esa di planet yang sama, memiliki ciri-ciri badan yang sama seperti Tuhan, menikmati kekayaan yang sama seperti kekayaan Tuhan, dan tinggal bersama Tuhan sebagai rekan-Nya. Jangankan hanya kepuasan indera-indera material, lima jenis pembebasan pun tidak diinginkan oleh seorang penyembah. Ia puas hanya dengan melaksanakan pelayanan bhakti kepada Tuhan. Itulah ciri bhakti yang murni.
Dalam pernyataan Kapiladeva tersebut, dari Śrīmad-Bhāgavatam, kedudukan nyata seorang penyembah-murni diuraikan. Ciri-ciri dasar pelayanan bhakti juga didefinisikan. Ciri-ciri bhakti lebih lanjut diuraikan oleh Rūpa Gosvāmī dengan bukti dari berbagai Kitab Suci. Śrī1a Rūpa Gosvāmī menyatakan bahwa bhakti yang murni mempunyai enam ciri sebagai berikut:
(1) Bhakti yang murni segera membawa rasa lega bebas dari segala jenis kesengsaraan material.
(2) Bhakti yang murni adalah awal dari segala keadaan yang menyejahterakan.
(3) Bhakti yang murni segera menempatkan seseorang dalam kebahagiaan rohani.
(4) Bhakti yang murni jarang dicapai.
(5) Paham pembebasan pun tidak dianggap berharga oleh orang yang mantap dalam bhakti yang murni.
(6) Bhakti yang murni adalah satu-satunya cara untuk menarik hati Kṛṣṇa.

Kṛṣṇa adalah Yang Maha menarik, tetapi Kṛṣṇa pun tertarik oleh bhakti yang murni. Ini berarti bahwa bhakti yang murni secara spiritual lebih kuat daripada Kṛṣṇa Sendiri, sebab bhakti itu adalah energi internal Kṛṣṇa.



SALAH SATU RAHASIA AGAR SETIAP YAJNA/KORBAN SUCI 
YG KITA SELENGGARAKAN SUKSES.
( DIAMBIL DARI KISAH DALAM MAHA BHARATA )
Mungkin banyak di antara kita telah melakukan berbagai korban suci / yajna tertentu tapi adalah kurang lengkap dan tidak sukses tanpa adanya salah satunya ini yaitu vaisnawa sewa dengan baik .bisa di baca dari cerita di bawah ini yang ada dalam MAHABHARATA. Dan silakan mengambil point yang lain dan koment berdasarkan cerita di bawah ini.sehingga bisa menjadi meditasi kita hari ini.
Sri Krishna mengatakan bahwa kalau RAJASUYA-YAJNA Maharaja yudhistihira selesai dan sukses, maka bel lonceng akan berbunyi dengan otomatis. dengan cara seperti itu setiap orang akan tahu bahwa Yajna itu sudah sukses dan selesai. Korban suci itu telah diadakan dan semuanya selesai, tapi kenyataannya bel tidak berbunyi. Bhima bertanya kepada sri krishna, ‘’ Anda mengatakan bahwa bel loncengnya akan berbunyi dengan otomatis. Semuanya kini telah selesai tapi kenapa bel loncengnya itu tidak berbunyi. Kenapa tidak..??? “ sri Krishna menjawab,’’ Tidak .! pasti ada satu hal yang masih kurang. Apa itu??? Vaisnava-seva, pelayanan kepada Vaisnava. Bhima terkejut: ‘’ Apa yang Anda katakan..??” Sangat banyak resi,muni, para guru, Narada, Vyasadeva, dan bahkan Anda sendiri hadir , semuanya sangat puas dengan pelayanan yang kita lakukan dan kita telah memberi jamuan dengan sangat baik , namun Anda mengatakan bahwa vaisnava-seva belum dilakukan ??” Iya bener !!, Jadi di mana kita bisa menemukan Vaisnava itu.”
Sri-Krishna kemudian menunjukkan, “ Pergilah ke pinggiran kota, dan disana Anda akan menemukan Vaisnava itu yang berasal dari kasta paling rendah. Vaisnawa itu biasanya tidak pergi ke mana pun, tapi ia hanya berpuas hati dengan mengumandangkan nama Tuhan dan menjalani kehidupan yang penuh pengabdian suci bhakti tanpa terganggu dgn keberadaan dunia material ini. Mendengar ini, pandawa pergi kesana dengan kereta menjemput vaisnawa itu. Akhirnya Mereka menemukan orang itu,yang ternyata seorang pria miskin biasa dari kasta kelas bawah, dan mereka mendekatinya. Vaisnawa itu bingung: “ ada apa ini? begitu banyak orang penting telah datang ke pondok saya. Ada masalah apa ya ?” Dia menjadi sangat banyak panik.
Kemudian para pandawa mengajukan permohonan dengan tangan tercakup, “ Kami telah datang ke sini untuk membawa anda agar kami bisa menjamu anda dan mau makan makanan di tempat yang Yajna yg kami selenggarakan. Mendengar permohonan itu vaisnawa miskin dan dari kasta kelas bawah itupun tidak bisa menghindari undangan para pandawa.Draupadi telah mempersiapkan memasak dengan baik, telah menyiapkan berbagai makanan( prasadam) enak di piring. Sambil Drupadi berpikir,” Vaisnava-seva di bilang belum dilakukan. Begitu banyak para guru, muni, dan bahkan Tuhan sri- Krishna telah dijamu di beri persembahan makanan yg memuaskan, tapi vaisnava-seva belum dilakukan! “ sambil berpikir seperti itu drupadi tidak penuh perhatian melayani vaisnawa (orang suci itu ) ,
Dengan semua keahliannya drupadi memasak berbagai jenis masakan, dan semua masakan itu telah di makan ?? tapi bel lonceng juga tidak berbunyi.kemudian Bhima bertanya, “ Apa yang terjadi ? vaisnawa itu telah selesai makan tapi bel belum berbunyi. ?? Krishna kemudian berkata, “ Pasti ada beberapa pelanggaran/ kesalahan dalam vaisnava-seva, oleh karena itu bel lonceng tidak berbunyi.Apa yang telah kalian lakukan ?? Apakah ada di antara kalian telah menanamkan keraguan atau pemikiran yang buruk/tidak baik tentang vaisnawa ( orang suci )ini ???.” para pandawa kemudian bertanya satu sama lain,apakah ada salah satu dari mereka berpikir tidak baik/jahat berhubungan dengan vaisnawa itu. Draupadi lalu mengakui,” Saya telah memiliki pemikiran hanya dalam pikiran saya bahwa orang itu adalah orang yg datang dari keturunan rendah, dan meskipun saya telah banyak pelayanan dan dengan keahlian saya memasak berbagai jenis masakan, dan orang itu telah memakannya. Tapi saya melihat bahwa orang itu adalah orang kasta rendah, ini adalah apa yang saya punya dalam pikiran saya.”
Sri- Krishna menjelaskan, “ Ada penghinaan kepada seorang Vaisnava, dan karena itulah bel lonceng tidak berbunyi. Tidak ada jalan lain selain anda minta maaf dan pergi jemput orang itu lagi, membawanya lagi kesini, dan lagi memberinya jamuan dan makanan.” dan para Pandawa pun pergi dan membawa orang itu kembali. Kali ini mereka semua menunggu dengan hormat dan penuh perhatian saat orang itu mengambil/melayani makanan (prasadam), dan bel lonceng pun berbunyi dengan setiap suapan dari orang itu yang menandakan bahwa yajna rajasuya yg di lakukan para pandawa sukses..

NB ; Kalau ada salah dalam bahasa atau ceritanya kurang lengkap mohon koreksinya.HARE KRISHNA..!!!

KRISHNA NANDALALA DAN BHONDU


KRISHNA NANDALALA DAN BHONDU


(Istirahatlah sejenak, lepaskan semua kepenatan duniawi, bacalah pelan dan dg kasih rohani kisah ini, selamat puasa ekadasi bagi para vaisnava), 
hare Krishna:




Sri Nanda kisora adalah keturunan ke-7 dari Sri Nityananda Prabhu, beliau mempunyai seorang abdi dan sekaligus murid yg bernama Bhondu yg ditugaskan untuk mengembalakan sapi-sapi. Bhondu berarti Lugu, polos. Hatinya sederhana spt anak2, dia mudah sekali percaya terhadap apapun yg dikatakan orang pdnya. Setiap pagi dia pergi ke Bhandiravana, hutan ditepi sungai Yamuna untuk mengembalakan sapi – sapi. Seseorang mengatakan padanya bahwa Nandalala, Krishna, putra Nanda Maharaj jg pergi ke Bhandiravana bersama kawan-kawanNya untuk mengembalakan sapi-sapi. Bhondu senang sekali mendengar hal ini, dia berharap bahwa pada suatu hari nanti dia akan bertemu dg Nandalala dan bersahabat dgNya, dia akan menari, menyanyi dan bermain2 dgNya jg dg para penegembala lainnya. Kerinduannya untuk bertemu dg Nandalala semakin meningkat. Dalam perasaan rindu yg mendalam spt itu diapun menangis tersedu-sedu..bagaimana Nandalala bisa mengabaikan tangisan kerinduan dari seorang pemuja yg hatinya lugu dan sederhana spt Bhondu? Nandalala pun merindukan Bhondu shg pada suatu hari Nandalala bersama kawan-kawanNya muncul dihadapan Bhondu sambil mengembalakan sapi-sapi. Selanjutnya Bhondu menjadi kawan yg baik bagi Nandalala. Setiap hari Bhondu membawakan makanan yg enak buat Nandalala dan kawan-kawanNya. Mereka menikmati makanan bersama2. Pd suatu hari, Nandakisora melihat Bhondu membawa makanan yg banyak akan pergi mengembalakan sapi2. “apa yg kau bawa?, Tanya beliau.”saya membawa dala bati (sejenis makanan) untuk Nandalala dan kawan-kawanNya”. ‘dalabati untuk Nandalala?” “ ya guru maharaj, untuk Nandalala”. Nandalala yg mana? Katakana pdku spt apa dia, bagaimana warna badanNya? Dan bagaimana pakaianNya? Bhondu menjelaskan, “ Nandalala, dia pemain seruling, dia datang ke Bhandiravana untuk mengembalakan sapi-sapi. Dia tampan luar biasa, warna badannya biru berkilauan, pakainNya kuning emas, dan pakai kalungan bunga jg di leherNya. Mahkota dg bulu burung merak di kepalaNya, Dia selalu memiliki senyum yg memikat di wajahNya. Oh Guru Maharaj, saya tdk dpt menguraikan spt apa ketampananNya”. Nandakisora serasa tdk percaya terhdp apa yg dikatakan Bhondu, tapi beliau jg tdk punya alasan untuk tdk mempercayai Bhondu krn beliau tahu kalo Bhondu tidak bisa berbohong. Lalu beliau berkata lagi, “baiklah Bhondu, atas permohonanku, undanglah Nandalala beserta kawan-kawanNya untuk pesta dalabati di sini, di Sringaravata, akankah dia mau datang?” “ya guru maharaj, dia pasti datang, mengapa tidak..jawab Bhondu dg yakin. Pada hari berikutnya, ketika Bhondu sedang pergi ke Bhandiravana dia terus membayangkan Nandalal akan menerima undangan gurunya dan mereka akan bahagia…ketika undangan itu disampaikan pd Nandalala, Nandalala menjawab,’ Tidak bhondu, Aku tidak akan datang pd guru maharajmu”. Tidak Nandalala, kau harus datang. Aku telah berjanji pd guruku kau pasti datang,’ kata Bhondu dg wajah cemas.” Tidak, Aku tdk akan datang, apa urusanKU dg Gurumu?” jawab Nandalala. Bhondu yg lugu tdk pernah membayangkan bahwa Nandalala dpt bersikap spt itu. Undangan yg sederhana ditolak, hati Bhondu terasa hancur. Air mata mulai membasahi pipinya. Dia tdk dpt berkata apa2 untuk mengungkapkan perasaannya. Segera dia memisahkan sapi2nya dari sapi2 Nandalala dan mulai pergi meninggalkanNya. Nandalala terkejut. “ apa yg kau lakukan Bhondu? “ aku akan pergi, kalau kau tdk ada urusan dg guru maharajku, maka aku pun tdk ada urusan dgMu”. Sikap Bhondu ini menyedihkan hati Nandalala, bagaimana Dia dpt berpisah dari Bhondu. Baru beberapa langkah Bhondu melangkah, Nandalala berteriak,”tunggu….tunggu Bhondu…., dengar, dengarkanlah dulu…” Bhondu tdk perduli, malah dia bergegas melangkah…Nandalala mengejar Bhondu. Sungguh aneh…Nandalala, Krishna, adalah penguasa Brahma, Vishnu, Siva dan seluruh alam semesta beserta isinya, sedang mengejar Bhondu. Inilah hubungan cinta kasih rohani. Tuhan yg tak tertaklukan (Ajita), ditaklukan oleh kasih rohani penyembahNya. Bahkan beliau rela memohon pada penyembahNya. Dg suara tersendat2 penuh perasaan, Nandalala berkata,”Bhondu, dengarkanlah dulu…kau tdk mengerti akan keadaannKu, Aku…Aku tdk bermaksud menolak undangan guru maharajmu. Sripada Nandakisora adalah Gurumu dan beliau jg begitu baik padaKu, bagaimana Aku tdk menerima undangannya, yg kumaksud adalah Balarama, tdk bisa datang ke Sringaravata, krn tempat itu adalah tempat Radharani. Bagaimana kalo gurumu yg datang ke sini, kita akan pesta di sini saja, kita akan berbahagia semua di sini”. Bhondu menghapus air matanya dan dg wajah bahagia dia berkata,” benar? Baiklah, kalo begitu aku akan mohon pd guru maharajku agar beliau berkenan datang dan kita akan mengadakan pesta disini”. Nandalala berpesan,” ya…tapi katakan padanya agar tdk mengajak siapapun, hanya dia sendiri yg datang ya…”.hari berikutnya Sripada Nandakisora datang ke Bhandiravana dg membawa sajian dalabati yg banyak. Beliau akhirnya bertemu dg Nandalala, Nandalala menerima semua sajian Sripada dg penuh kasih sayang. Tujuan kehidupan Sripada telah terpenuhi. Beliau bukan hanya mendapatkan darsan Krishna Balaram dan kawan-kawanNya, tapi jg beruntung krn dpt melihat mereka bermain-main dan melayani Mereka dalam pesta. Akan tetapi setelah pesta, semuanya menghilang. Sekarang Bhondu telah bersama Nandalala dan para gopa lainnya di dunia rohani. Mereka semua tiba2 muncul dan tiba2 menghilang berulangkali dalam pandangan Sripada. Hal ini membuat Sripada pingsan dalam kebahagiaan rohani. Dalam keadaan spt ini beliau mendengar sabda,” jangan resah…pulanglah dan uraikanlah tempat2 yg berhubungan dg lilaKu”. Untuk melaksanakan perintah ini maka Sripada menulis 2 kitab yg berjudul: Sri Vrindavan Lilamrita dan Sri Rasikalika.