Kamis, 16 Maret 2017

Kebahagiaan dalam Kesadaran Kṛṣṇa
Śrīla Rūpa Gosvāmī sudah menganalisis berbagai sumber kebahagiaan. Beliau membagi kebahagiaan menjadi tiga golongan, yaitu: (1) kebahagiaan yang diperoleh dari kenikmatan material, (2) kebahagiaan yang diperoleh dengan cara mempersamakan diri dengan Brahman Yang Paling Utama, dan (3) kebahagiaan yang diperoleh dari kesadaran Kṛṣṇa.
Dalam tantra-ṣāstra Dewa Śiva berkata kepada istrinya, Satī, sebagai berikut: “Istriku yang baik hati, orang yang sudah berserah-diri pada kaki-padma Govinda dan sudah mengembangkan kesadaran Kṛṣṇa yang murni dapat dianugerahi segala kesempurnaan yang diinginkan oleh orang impersonalis de-ngan mudah sekali. Ia juga dapat menikmati kebahagiaan yang dicapai oleh para penyembah-murni, yang lebih tinggi daripada semua kesempurnaan tersebut.”
Kebahagiaan yang diperoleh dari bhakti yang murni adalah kebahagiaan tertinggi, karena kebahagiaan itu bersifat kekal. Kebahagiaan yang diperoleh seseorang dari kesempurnaan material atau pemahaman bahwa dirinya adalah Brahman adalah lebih rendah karena kebahagiaan itu bersifat sementara. Tidak ada jaminan bahwa seseorang tidak akan jatuh dari keadaan kebahagiaan material. Kemungkinan besar seseorang akan jatuh dari kebahagiaan rohani yang diperoleh dari mempersamakan diri dengan Brahman yang impersonal sekalipun.
Sudah dilihat bahwa para sannyāsī Māyāvādī (orang impersonalis) yang hebat sekali—sudah terdidik sampai tingkat yang tinggi sekali dan sudah hampir insaf-diri—kadangkala mulai melakukan kegiatan politik atau kegiatan sosial. Ini karena mereka tidak memeroleh kebahagiaan tertinggi apa pun dari paham impersonal sehingga mereka terpaksa turun ke tingkat material dan mulai melakukan kegiatan material tersebut. Ada banyak contoh para sannyāsī Māyāvādī yang kembali turun ke tingkat material, khususnya di India. Tetapi orang yang sadar-Kṛṣṇa sepenuhnya tidak akan pernah kembali lagi ke tingkat material mana pun. Walaupun kegiatan kesejahteraan material sangat memikat dan menarik hati, orang yang sadar-Kṛṣṇa selalu mengetahui bahwa kegiatan itu sama sekali tidak dapat disejajarkan dengan kegiatan kesadaran Kṛṣṇa.
Ada delapan jenis kesaktian yang dicapai oleh para yogī yang benar-benar sukses. Aṇimā-siddhi berarti kesaktian yang memungkinkan seseorang menjadi kecil sekali sehingga dapat masuk ke dalam batu. Kemajuan ilmiah modern juga memungkinkan kita masuk ke dalam batu, sebab kemajuan itu memungkinkan kita menggali terowongan, menembus bukit-bukit, dan sebagainya. Jadi, aṇimā-siddhi, kesaktian yang menyangkut usaha masuk ke dalam batu, juga sudah dicapai oleh ilmu pengetahuan material. Seperti itu pula, semua yoga-siddhi, atau berbagai kesaktian, adalah ilmu yang bersifat material. Misalnya, salah satu yoga-siddhi memungkinkan dicapainya kekuatan untuk menjadi ringan sekali hingga seseorang dapat melayang di udara atau mengapung di atas permukaan air. Itu juga sedang dilakukan oleh para ilmuwan modern. Mereka terbang di udara, mereka mengapung di atas permukaan air, dan mereka menyelam dan berjalan di dalam air. Sesudah kita membandingkan semua yoga-siddhi mistik tersebut dengan berbagai kesaktian material, ditemukan bahwa para ilmuwan material berusaha untuk mencapai kesaktian yang sama. Jadi, sebenarnya tidak ada perbedaan antara kesaktian mistik dan kesaktian material. Seorang sarjana dari Jerman pernah mengatakan bahwa semua kesaktian yoga sudah dicapai oleh para ilmuwan modern, dan karena itu dia tidak memedulikan kesaktian-kesaktian itu. Sarjana itu mengambil kebijaksanaan yang cerdas: dia berangkat ke India untuk memelajari tentang hubungannya yang kekal dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui bhakti-yoga, atau pelayanan bhakti. Tentu saja dalam golongan-golongan kesaktian batin ada proses-proses tertentu yang belum dikembangkan oleh para ilmuwan material. Misalnya, seorang yogī ahli mistik dapat memasuki Planet Matahari hanya dengan memanfaatkan sinar matahari. Kesaktian ini disebut laghimā. Begitu pula seorang yogī dapat menyentuh bulan dengan jarinya. Walaupun para antariksawan modern pergi ke bulan dengan bantuan pesawat antariksa, mereka mengalami banyak kesulitan, sedangkan orang yang memiliki kekuatan mistik dapat mengulurkan tangannya dan menyentuh bulan dengan jarinya. Siddhi ini disebut prāpti, atau cara untuk memeroleh berbagai benda. Seorang yogī yang sempurna dalam ilmu mistik tidak hanya dapat menyentuh bulan dengan menggunakan prāpti-siddhi tersebut. Tetapi dia juga dapat mengulurkan tangannya di mana-mana dan mengambil segala sesuatu yang diingi-kannya. barangkali dia sedang duduk beribu-ribu kilometer dari suatu tempat, dan jika dia menginginkan, dia dapat mengambil buah dari kebun di tempat yang jauh itu. Inilah yang disebut prāpti-siddhi.
Para ilmuwan modern sudah menciptakan senjata-senjata nuklir yang memungkinkan mereka menghancurkan sebagian kecil dari planet ini. Tetapi yoga-siddhi yang bernama īṣitā memungkinkan seseorang menciptakan dan menghancurkan sebuah planet atas kehendak sendiri. Kesaktian yang lain lagi disebut vaṣitā. Kesaktian ini memungkinkan seseorang mengendalikan semua orang lain. Ini merupakan sejenis hipnotis yang hampir tidak dapat dilawan. Kadangkala dilihat bahwa seorang yogī yang sudah mencapai sedikit kesempurnaan dalam kesaktian vaṣitā ini terjun di tengah masyarakat dan membicarakan segala sesuatu yang bukan-bukan, mengendalikan pikiran orang, memeras energi mereka, mengambil uang mereka, kemudian kabur.
Ada kesaktian mistik lain lagi, yang disebut prākāmya (ilmu sihir). Melalui kesaktian prākāmya seseorang dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Misalnya, ia dapat membuat air masuk ke dalam matanya kemudian sekali lagi keluar dari mata. Ia dapat melakukan kegiatan yang ajaib seperti itu hanya atas kehendak sendiri.
Kesempurnaan tertinggi kekuatan mistik disebut kāmāvasāyitā Ini juga merupakan ilmu mistik. Kekuatan prākāmya bertindak untuk menciptakan efek-efek yang ajaib di dalam lingkungan alam, sedangkan kekuatan kāmāvasāyitā memungkinkan seseorang melanggar hukum-hukum alam—dengan kata lain, ia dapat melakukan sesuatu hal yang mustahil. Tentu saja, seseorang dapat memeroleh kesenangan sementara yang besar sekali dengan mencapai kesaktian yoga yang bersifat material seperti itu.
Orang bodoh yang terpikat karena gemilangnya kemajuan material berpikir bahwa perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa dimaksudkan bagi orang yang kurang cerdas. “Saya lebih baik sibuk dengan kesenangan material—memelihara rumah yang bagus, keluarga dan hubungan suami istri.” Orang ini tidak mengetahui bahwa pada setiap saat mereka dapat ditendang keluar dari keadaan materialnya. Akibat kebodohan, mereka tidak mengetahui bahwa kehidupan yang sejati bersifat kekal. Kesenangan badan yang bersifat sementara bukanlah tujuan hidup, dan hanya karena kebodohan yang paling gelap saja hati orang terpikat dengan kemajuan kesenangan material yang berkedip-kedip. Karena itu, Śrīla Bhaktivinoda Ṭhākura menyatakan bahwa kemajuan pengetahuan material menyebabkan orang menjadi semakin bodoh, sebab kemajuaan itu menyebabkan orang melupakan identitasnya yang sejati hanya karena cahaya kecil yang dihasilkan dari pengetahuan itu. Keadaan ini menyebabkan ia terkutuk, sebab kehidupan manusia ini di-maksudkan untuk keluar dari pengaruh material. Oleh karena kemajuan pengetahuan material, orang semakin terikat dalam kehidupan material. Mereka tidak mempunyai harapan untuk dibebaskan dari kemalangan ini.
Dalam Hari-bhakti-sudhodaya dinyatakan bahwa Prahlāda Mahārāja, seorang penyembah-agung Tuhan, berdoa kepada Nsiḿhadeva (inkarnasi Tuhan dalam bentuk setengah singa, setengah manusia) sebagai berikut: “Tuhan yang hamba muliakan, hamba berdoa berulang kali kepada kaki-padma-Mu kiranya hamba dapat lebih kuat dalam pelayanan bhakti. Hamba hanya berdoa agar hamba lebih kuat dan mantap dalam kesadaran Kṛṣṇa sebab kebahagiaan yang diperoleh dari kesadaran Kṛṣṇa dan pelayanan bhakti begitu kuat sehingga kalau seseorang sudah memilikinya, ia dapat memeroleh segala kesempurnaan lainnya dari kegiatan keagamaan, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan bahkan tercapainya pembebasan dari kehidupan material sekalipun.”
Sebenarnya, seorang penyembah-murni tidak bercita-cita mencapai kesempurnaan seperti ini sebab kebahagiaan yang diperoleh dari pelayanan bhakti dalam kesadaran Kṛṣṇa sangat suci dan tiada berbatas sehingga tiada kebahagian lain lagi yang dapat dibandingkan dengannya. Dinyatakan bahwa setetes pun kebahagian dalam kesadaran Kṛṣṇa jauh lebih tinggi sehingga tidak dapat dibandingkan dengan lautan kebahagiaan yang diperoleh dari kegiatan lain. Karena itu, siapa pun yang sudah mengembangkan bhakti yang murni bahkan baru pada tingkat yang kecil sekalipun ia dengan mudah sekali dapat menendang keluar segala jenis kebahagiaan lainnya yang diperoleh dari kegiatan keagamaan, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan pembebasan.
Ada seorang penyembah-agung Śrī Caitanya yang bernama Kholāvecā Śrīdhara. Kholāvecā Śrīdhara miskin sekali. Kholāvecā mempunyai usaha kecil menjual cangkir terbuat dari daun pisang, dan pendapatannya hampir tidak ada. Namun, ia me-ngeluarkan limapuluh persen dari pendapatannya yang kecil itu untuk memuja sungai Gangga, dan entah bagaimana dia hidup dengan limapuluh persen sisanya. Śrī Caitanya suatu kali pernah mengungkapkan Diri-Nya kepada penyembah yang dekat ini, dan menawarkan kepadanya kemewahan apa pun yang diingin-kannya. Tetapi Śrīdhara memberitahu Śrī Caitanya bahwa dirinya tidak menginginkan kehebataan material apa pun. Ia sudah bahagia dalam kedudukannya yang sekarang karena ia ingin mencapai keyakinan dan pelayanan kepada kaki-padma Śrī Caitanya dan tidak pernah menyimpang dari hal itu. Itulah kedudukan para penyembah-murni. Kalau mereka tekun duapuluh empat jam setiap hari dalam pelayanan bhakti, mereka tidak menginginkan sesuatu yang lain. Kebahagiaan pembebasan atau manunggal dengan Yang Mahakuasa pun tidak mereka iinginkan.

Dalam Nārada-pañcarātra juga dinyatakan bahwa siapa pun yang sudah mengembangkan bhakti bahkan pada tingkat yang kecil sekalipun tidak memedulikan jenis kebahagiaan apa pun yang diperoleh dari kegiatan dharma, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera maupun lima jenis pembebasan. Jenis kebahagiaan apa pun yang diperoleh dari kegiatan dharma, perkembangan ekonomi, pembebasan, maupun kepuasan indera-indera tidak berani masuk ke dalam hati seorang penyembah-murni. Dinyatakan bahwa seperti halnya para pelayan pribadi dan pembantu seorang ratu mengikuti Sang ratu dengan segala hormat dan sembah sujud, begitu pula kebahagiaan dari kegiatan dharma, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera dan pembebasan mengikuti bhakti kepada Tuhan. Dengan kata lain, seorang penyembah-murni tidak kekurangan segala jenis kebahagiaan yang diperoleh dari sumber lain. Ia tidak menginginkan sesuatu selain pelayanan kepada Kṛṣṇa, tetapi seandainya ia mempunyai keinginan lain lagi, Tuhan Śrī Kṛṣṇa memenuhi keinginan ini tanpa Sang penyembah memintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar